Sabtu, 04 Juli 2015

No Subject



Ponsel ku bordering…

“Hallo…” jawab ku.

“Ada yang mau aku omongin sama kamu.”

Aku membisu, ku tahu ada yang salah dari ini semua

“Aku mencintai mu, bagaimana jika aku ingin membahagiakan mu?”
“kamu serius? Ahh, terima kasih sinta.”

Telepon terputus.

Beberapa pemikiran ku sedikit membeku. Dalam semenit jalan otak ku buntu.

Satu pesan masuk ke dalam ponsel ku.

“Aku sudah mengikuti apa yang kau pinta dari ku. Sudah cukup kah itu buat mu? Sudah bahagia kah kamu mendengar semua itu? Aku tak ingin lagi melihatmu.”

Tiba-tiba perasaan ku mati rasa. Bergetar seperti yang kehabisan baterai. Rasa yang seharusnya bahagia berubah menjadi tak ingin apa-apa.

*

“Andra, tunggu sebentar!” teriak ku setelah melihat setengah dari wajah pria yang ku cari selama dua hari belakangan ini

Wajah itu hanya memandang ke arah ku tanpa bicara, rasanya menyakitkan.

“Kamu kemana aja sih?” tanyaku langsung

“Sorry, aku kan sibuk jalan sama pacar ku. Apa kamu lupa sekarang ini aku sudah punya kekasih baru?”

Aku hanya diam, sama sekali tak ingin menjawab pembicaraan yang satu ini.

“Kamu bahagia tidak aku sudah punya kekasih baru? Bukanya ini permintaan mu kan? Iya kan?”

“Hmm, iya. Selamat ya.”

“Terima kasih.”

“Andra tunggu…” ku tarik tangan kanan nya sebelum dia pergi meninggalkan ku sendiri di taman kampus yang seramai ini.

“Apa lagi?”

“Tempo hari, kamu telepon aku cuma untuk mendengarkan pernyataan cinta mu untuk sinta?”

“Ya, aku ingin kamu ikut menyaksikan hari bahagia ku bersama teman mu juga. Aku tahu kamu dan sinta sangat dekat, maka dari itu aku ingin serta membahagiakan teman dari kekasih ku. Apa aku salah?”

“Hmm, enggak ko. Hehe aku titip salam ya untuk sinta.”

“Oke. Nanti ku sampaikan”

Andra, sahabat pria ku yang dulu sering menghabiskan waktu nya dengan ku kini menjadi pria yang sepertinya tak ingin lagi berada disamping ku. Bahkan untuk membicarakan hal-hal yang tak penting.

*

Lima hari berlalu, aku mulai merasakan ada yang tak beres dengan diri ku. Hati ku terasa linu disaat yang bersamaan saat ku dengar bahwa andra dan sinta selalu bersama.
Hari ini juga ku dengar sinta mencari ku di kampus, mungkin dia ingin menceritakan betapa bahagia nya akhirnya dia bisa mendapatkan pria yang dia inginkan.

Ponsel ku bordering…

“Hallo?” terdengar jelas suara yang tak asing lagi untuk ku.

“Ya sin, ada apa?”

“Loh ko suara mu lemas gitu?”

“Aku baru bangun tidur nih.”

“Yaampun, sejak kapan kamu doyan tidur siang sih?”

“Hahaha, ada apa nih tumben.”

“Nggak ada apa-apa sih, aku Cuma mau tanya. Kenapa belakangan ini aku jarang melihat mu di kampus? Sakit kah?”

“Hmm, enggak ko sin. Aku nggak sakit.” Ku elus-elus dada ku perlahan
“Serius kamu nggak apa-apa?”

“Iya aku nggak apa-apa.” Suara ku melemah

“Syukurlah kalau begitu.”

Telepon terputus.
Aku sangat yakin sinta sangat bahagia belakangan ini. Ya, tak lain pasti karena dia bahagia bisa bersama dengan Andra. Pria yang sering dia bicarakan pada ku.

*

Satu minggu berlalu. Rasanya benar-benar mengerikan mengasingkan diri dari kampus dan jalanan. Malam ini aku memutuskan untuk pergi ke kedai kopi biasa aku menghabiskan semua keluh kesah seharian sendirian.

Dengan suasana yang setenang ini, satu cangkir kopi di meja kedai ini benar-benar membuat ku rindu akan sosok Andra. “Apa kabar dia sekarang? Sudah lama aku tak melihat wajah konyol nya.” Bisikku dalam hati

“Senja! Aku merindukan mu.”

Dengan cepat ku balikan pandangan ku pada asal suara itu. “An..dra?” suara ku malu-malu untuk bicara dan tak percaya

“Bagaimana kamu tahu aku disini?” tanyaku masih tak percaya bisa bertemu dengan Andra disini

“Aku melihat sepeda motor mu.”

“Hahaha, masih saja kamu tak bisa membohongi ku. Ayo mengaku! Tahu dari mana aku disini?” Tanya ku lagi dengan sedikit nada tinggi

“Hahaha, masih saja aku ketahuan.”

“Hahaha.”

“Aku tahu dari sinta.”

Tiba-tiba aku berhenti tertawa. “Lalu sinta nya mana?”

“Dirumah nya.” Jawabnya santai sambil meminum habis kopi ku yang sebenarnya masih terasa panas

“Bagaimana bisa sinta membiarkan kekasih nya menghampiri teman wanita nya seorang diri?”

“Hahaha, sinta itu bukan kekasih ku.”

“Hah? Maksudmu?” aku tak habis pikir mengapa andra tak menganggap sinta sebagai kekasih nya

“Ya, aku dan sinta tak ada apa-apa.”

“Secepat itu? Hanya satu minggu?”

“Hahaha, bahkan kamu bisa tahu seberapa banyak waktu yang kamu buat menderita karena ulah mu.”

Aku terdiam.

Andra memandang ku. Tubuh nya berada tepat didepan ku, dan mata nya yang kecoklatan itu seakan sedang membiarkan aku untuk tetap diam menikmati setiap sudut dari wajah nya. “Mengapa kamu harus melakukan ini?”

“Hmm, ndra… aku hanya ingin sahabat ku mendapatkan apa yang dia inginkan. Termasuk cinta.”

“Maksudmu, sinta?”

“Ya.”

“Lalu bagaimana dengan apa yang kamu inginkan?”

“Urusan ku belakangan.”

“Aku sama sekali tak mengerti. Mengapa wanita selalu menyimpulkan apa yang mereka pikirkan? Apa salah nya dibicarakan?”

“Maksud mu?”

“Kode dan peka itu. Aku muak!”

“Andra, aku tak mengerti.”

“Bisa kah dari banyak nya wanita yang hanya mengandalkan kode dan peka, kamu bisa menjadi wanita yang apa adanya?”

“Ndra…”
“Sekarang aku tanya. Dari mana kamu bisa berfikir bahwa sinta mencintai ku?”

“Dia sering membicarakan mu pada ku.”

“Apa kamu menanyakan nya pada sinta?”

“Tidak.”

“Lalu dari mana kamu yakin sinta mencintai ku?”

“Aku hanya merasakanya. Aku itu wanita, sama seperti sinta. Jadi tanpa sinta bicara pun, aku tahu dia mencintai mu”

“Lalu kamu? Apa kamu mecintai ku?”

Aku terdiam untuk kesekian kalinya… “Apa sih kamu ini!”

“Lagi-lagi aku tak mengerti pada mu! Pada wanita yang menganggap bahwa apa yang dia lakukan itu benar, padahal dia sama sekali tak tahu apa yang dirasakan nya.”

“Kamu datang kesini hanya untuk menyalahkan ku?”

Andra beranjak dari kursi nya dan menghampiri ku. Tubuh nya sedikit membungkuk dan wajah nya berada sangat dekat dengan wajah ku.
“Apa kamu pernah bertanya pada ku, apa aku mencintai sinta atau tidak?”
“Apa kamu pernah bertanya pada sinta, dia mencintai ku atau tidak?”
“Apa kamu pernah bertanya pada ku, apa aku ingin menjadi pacar nya atau tidak?”
“Apa kamu pernah bertanya pada sinta, dia ingin menjadi pacar ku atau tidak?”

“Hentikan!” ku dorong tubuh nya agar menjauh

“Kopi mu itu terasa hambar! Sama dengan perasaan ku terhadap mu sekarang. Sama dengan satu minggu ini kamu menjauhi ku dan juga sahabat mu itu.”

Untuk kedua kalinya Andra pergi begitu saja dan meninggalkan ku sendirian.

Semalaman aku tak bisa terlelap. Pikiran ku terus mengulang kejadian di kedai kopi itu bersama Andra. Apa yang dia bicarakan membuat ku sulit mengambil nafas panjang.

“Hallo Sinta…” aku memutuskan untuk menghubungi sahabat ku

“Hallo, kamu kenapa senja? Ko nangis?”

“Andra sin.. dia tadi datang ke kedai dan ngomong macam-macam.”
“macam-macam gimana maksudmu?”

“katanya dia… bukan kekasih mu. Kenapa dia bisa sejahat itu? Dia tak menganggap mu, padahal dia tahu aku itu sahabat mu.”

“Andra memang bukan kekasih ku. Lagi pula, kita nggak pernah menjadi kekasih.”

“Tapi sin… tempo hari aku dengar sendiri andra menyatakan perasaan itu pada mu.” suara ku tersedu-sedu karena masih saja tak mengerti

“Oh ya itu. Katanya andra hanya tak tahan mendengar mu terus menerus menyuruh nya agar menyatakan perasaan nya pada ku. Bahkan aku juga tak mengerti pada mu.”

“Itu… aku tahu kamu mencintai andra. Makanya ku suruh dia agar menjadikan mu kekasihnya.”

“Tapi, dari mana kamu tahu aku mencintai andra?”

“kamu sering membicarakan dia.”

“Hahaha, senja. Aku sering membicarakan dia karena ku lihat kalian sangat dekat. Bahkan aku bisa menebak bahwa andra itu menyukai mu. Dan kamu pun menyukai nya kan?”

“Itu.. ta..pi sin..”

“Senja, aku sama sekali tidak memiliki perasaan lebih dari sebagai teman untuk andra.”

“Lalu selama seminggu ini? Berita yang ku dengar dari anak-naka kampus kalau kalian selalu jalan bersama?”

“Hahaha, jadi selama ini kamu memang benar menjauhi ku dan andra? Yaampun.”

Tangis ku semakin menjadi, ditambah penyesalan yang membuat ku tak bisa bertahan dengan rasa yang ku tahan selama ini.

“Itu kerjaan nya andra. Dia menyuruh ku untuk memberi mu waktu. Katanya, biarkan kamu mengerti dan faham sendiri apa yang kamu rasakan.”

“Sin…” tangis ku tak bisa ku hentikan.

“Kamu mencintai nya kan?” tanya sinta pada ku.

*

Satu pesan singkat masuk ke ponsel ku “Senja, aku didepan pintu rumah mu”
 “Sepagi ini?” tanya ku pada pria yang ku lihat dari balik pintu rumah

“Aku hanya ingin memastikan bahwa kamu sudah faham.”

Aku tersenyum “Tapi kenapa harus satu minggu sih?”

“Biar senja ku mengerti bahwa aku ingin mencintai nya dengan apa adanya, tanpa adanya kode dan peka.”

“Ndra..” aku terkejut dengan kalimat yang keluar dari mulut nya

“Aku mencintai mu, senja.”
Andra memeluk ku.

“Aku juga mencintai mu.” Ku erat kan pelukan ku

“Jadi, berhentilah menjadi wanita menyebalkan yang selalu menganggap dirinya benar! Apa yang kamu pikirkan belum tentu sama dengan apa yang orang lain rasakan.”

“Ya!” ucap ku lantang

“Dan juga, berhentilah mengandalkan kode dan peka. Tidak semua pria faham dengan itu itu. Jadilah wanita yang apa adanya dan mau bicara. Ya?”

Ku kecup pipi kanan nya pertanda bahwa aku faham.