Jika kalian mempunyai masalah dengan ingatan seperti ku, sebelum meneruskan membaca bagian 2 ini, kalian bisa mengulang membaca bagian 1 disini:
Aku Tak Pernah Tahu (Part1)
Sudah beberapa bulan aku berada di jurusan sastra, dan selama itupun aku masih saja tak bisa mengerti soal perbedaan kosa kata atau penghapalan kata baku yang benar. Bahkan apa yang ku tulis selalu mendapatkan nilai yang tak bisa dibanggakan. Aku pernah ingin menyerah, dan memutuskan untuk pulang ke kota Jakarta dengan hanya membawa senyum malu pada kedua orang tua ku, tapi keputusan ku terbuyar oleh bahan tugas yang sudah ku temukan di internet.
Aku Tak Pernah Tahu (Part1)
Sudah beberapa bulan aku berada di jurusan sastra, dan selama itupun aku masih saja tak bisa mengerti soal perbedaan kosa kata atau penghapalan kata baku yang benar. Bahkan apa yang ku tulis selalu mendapatkan nilai yang tak bisa dibanggakan. Aku pernah ingin menyerah, dan memutuskan untuk pulang ke kota Jakarta dengan hanya membawa senyum malu pada kedua orang tua ku, tapi keputusan ku terbuyar oleh bahan tugas yang sudah ku temukan di internet.
Besok nya aku akan mempresentasikanya didepan
4orang dosen mata kuliah yang sudah memberikanku nilai yang tak seharusnya
mereka berikan. Aku berlari mencari ruang kelas yang akan menjadi tempat
presentasi ku, dan tak sengaja aku menabrak seorang wanita yang langkahnya
cepat dan tak memperhatikan ke depan kemana dia berjalan.
Wajah nya terhempas pintu yang tak sengaja ku
buka dengan tergesa-gesa, dia sedikit berteriak dan memperlihatkan raut wajah yang membuatku
tertawa, alis nya yang mengkerut cenderung membuat dia terlihat seperti anak
kecil yang akan menangis karna kehabisan permen karet, bibir merah nya sedikit
menguap karena menahan sakit, jilbab nya berantakan dan aku yakin dia adalah
wanita yang galak.
Disaat aku tak bisa menahan tawa ku, tiba-tiba
dia memandang tajam kearah mataku, dan menghempaskan buku-buku yang sedang ku
bawa ditanganku, kertas-kertas bahan presentasiku berjatuhan dan berserakan
dilantai. Aku mengambilnya satu persatu dan membereskanya sambil menahan kesal.
Tak ku gubris lagi karna ku ingat bahwa aku sudah terlambat. Ku tinggalkan
wanita itu dan berlari kearah ruang presentasiku.
Aku merasa puas dengan hasil presentasiku, ku
lihat wajah dosen-dosen yang juga merasa puas dengan apa yang ku tampilkan pagi
itu. Dan saat aku keluar ruangan, aku mendapatkan tamparan dari seorang wanita
yang sepertinya ku kenal barusan. Dia bertanya aku membacakan puisi milik
siapa, setelah ku katakan bahwa itu milikku, dia mengatakan bahwa aku
pecundang.
Beberapa detik kami saling bertatap muka
kesal, rasanya benar-benar tak masuk akal aku bisa ditampar oleh orang yang
bahkan tak ku kenal.
***
Ku buka laptop ku dikantin, ada meja yang
selalu menjadi tempat yang tepat untuk menikmati jus mangga dan satu mangkok
bakso. Ku buka lagi file-file bahan
presentasiku kemarin pagi, hanya ingin mengulang rasa puas. Ku buka tab baru
dalam halaman internet ku, ku baca-baca lagi blog favorite ku itu untuk
menghabisi rasa rindu pada perasaan yang ingin diberikan pengetahuan soal kosa
kata yang bermakna cinta.
“Tunggu dulu!” tiba-tiba aku berkata seperti
itu. Aku memang belum pernah membuka profil pemilik blog ini, dan beberapa
detik lalu saat aku hanya asal meng-klik, aku merasa mengenali wajah itu. Ku
lirik meja sebelah terisi oleh beberapa teman yang sepertinya lebih mengenal
kampus ini dari pada aku, aku yakin orang yang mempunyai blog ini adalah
mahasiswi kampus ini.
“hey bro” ku dorong pundak salah satu anak
yang sedang bergerombol dimeja itu, namanya Yuda, dia teman satu kost denganku.
“woy rangga. Ada apa bro?”
“lo kan mahasiswa gaul di kampus, pasti sering
keliling kampus kan lo?”
“hahaha emang kenapa nih?” rangga tertawa
mendengar ucapanku
“lo tau ga ini anak fakultas mana. Ko gue
berasa pernah liat ya?” ku sodorkan laptopku pada rangga
“blog? Blog punya siapa bro?”
“nah itu dia gue nanya. Lo kenal ga nih sama
photo nya? gue penasaran.”
“loh ini kan blog punya anak ekonomi itu.
kenapa? Lo demen sama dia? Pacarin sana” yuda tertawa setelah melihat-lihat
laptop yang ku sodorkan, bahkan dia mengusap-ngusap layarnya dan tepat dibagian
photo nya. ya mungkin yuda sedang menerawangnya.
“anak ekeonomi? Siapa sih emang?” rasa
penasaranku semakin meledak
“yaudah besok gue ajak lo ketemu dia ya. Mau
ngapain sih emang lo?”
“penasaran aja gue mah yud” ku tampar dia
dengan keras
“ahh kirain gue mah mau minta tanda tangan lo”
yuda tertawa sambil memusatkan lagi pandanganya kepada teman-temanya
***
Hari ini aku sedang berada diluar gedung
ekonomi. Yuda menepati janjinya untuk membantuku mencarikan orang pemilik blog
itu. Ku lihat satu kelas yang telah selesai, mereka semua keluar seperti
gerombolan mahasiswa yang akan tawuran, jumlah mereka cukup banyak jika
dibandingkan dengan jumlah mahasiswa yang berada dikelas ku.
“tuh itu dia orangnya bro!” yuda berteriak dan
menunjuk pada satu wanita yang berada diantara gerombolan orang-orang itu.
“what? Are you kidding me?” aku terkejut
“no! why?”
“no no, thanks yud.”
“oke bro” yuda menepuk-nepuk pundakku dan
pergi meninggalkanku sendiri dengan perasaan malu karena semuanya ternyata
memang memperlihatkanku seperti pecundang bodoh
Aku berdiri didepan ruang kelasnya, ku tunggu
sampai dia melihat kearah ku, dan ternyata semua memang seperti yang ku
bayangkan. Setelah melihaku dia bertanya mengapa aku berada didepan kelasnya
dengan ketus. Ku perkenalkan namaku dan ku ajak dia ngopi untuk memulai
pembicaraan, dan dia menolak keras.
“please, ada sesuatu yang mau gue bilang.”
“what? You say sorry? Yes! It’s ok, no
problem, rangga.”
“tapi…”
“nama gue langit. Bye!”
Belum sempat ku ucapkan maaf, dia sudah pergi
dari pandanganku dengan cepat. Tapi saat itu aku tau bahwa orang yang sering
menulis puisi yang indah itu bernama Langit, dan dia juga adalah wanita yang
sudah menamparku dan berteriak bahwa aku adalah pecundang bodoh. Ku tarik nafas
panjang lalu membuangnya bersama angin.
Aku benar-benar menginginkan maaf darinya,
jadi ku putuskan untuk melakukan cara apapun untuk meminta maaf padanya sampai
dia mau menjadi temanku, atau mungkin menjadi wanita yang istimewa bagiku. Aku
merasa ada rasa yang berbeda ketika melihatnya, bahkan ketika kami sama-sama
belum bertemu aku sudah jatuh cinta padanya, ya, maksudku dengan puisi-puisi
nya, dengan pengetahuan sastra nya, dan tentu saat ini semakin lengkap karna
aku sudah bertemu dengan sosok nya. rasa amarah ku lenyap oleh rasa bahagia karena
sudah menemukan orang yang bahkan tak pernah ku cari, entahlah ada perasaan
yang tak bisa ku jelaskan disini.
Hari ini aku putuskan untuk datang lagi ke
gedung ekonomi dan akan ku bacakan puisi yang paling ku suka di blog nya.
Dan saat ku lihat wajah indah itu, aku
memanggil namanya. Dia terlihat masih kesal padaku, aku tau dan aku paham
karena aku adalah orang yang telah mengambil hasil karya nya untuk bahan tugas
kuliah ku, dan aku sadar aku telah salah padanya. Tanpa ku pikirkan rasa malu
terlebih dulu, aku membaca puisi nya dengan lantang, tak ku pedulikan bagaimana
banyak pasang mata yang melihat kearah kami berdua, yang hanya ku lihat adalah
raut wajahnya yang telihat tak percaya pada perlakuanku yang sebegini bodohnya
hanya untuk mendapatkan maaf darinya. Ku tutup puisi itu dengan kalimat “I’m so
sorry” dan satu tangkai bunga mawar merah yang ku petik disamping gedung
perhotelan kampus
Ku tunggu dia membuka mulutnya dan
mengeluarkan kata-kata yang ku harap adalah penerimaan maaf. Tapi ternyata
salah, harapku tak menjadi nyata. Langit hanya mengoceh tanpa henti, bahkan dia
tak mengatakan terimakasih untuk perlakuan ku tadi. Tanpa pernecanaan ku ajak
dia makan malam, dan seperti yang ku duga langit pasti menolak, dan seperti
yang sudah ku rencanakan juga, aku sudah mempunyai alamat lengkap rumahnya dari
teman-teman nya yang kemarin sudah ku sogok dengan nomor ponsel yuda, tak
sedikit wanita dikampus ini yang tergila-gila dengan yuda.
Aku sudah mempersiapkan segalanya, jam berapa
aku akan kerumahnya, restoran mana yang akan kami jadikan tempat makan malam
untuk yang pertama kalinya, dan satu meja yang tempatnya sangat strategis untuk
kami saling berbagi cerita.
Sesampai dirumah langit, ku lihat wajahnya
yang seperti tak percaya melihatku malam ini. Dengan sombongnya dia katakan “loh
ngapain lo jam 7 malem nongkrong depan rumah gue?” wajahnya benar-benar
menggemaskan ketika sedang marah seperti itu. Ku paksa langit untuk menerima
ajakan ku untuk makan malam, dengan berbagai cara, meskipun dengan berteriak
memanggil kedua orang tuanya. Haha sungguh usaha yang bodoh untuk orang yang
sedang jatuh cinta.
Saat aku memarkirkan mobil, ku lihat lagi
wajah langit yang terkejut lagi melihat restoran yang ku pilih tak sesuai
dengan penampilanya malam ini, dan terlihat terkejut lagi saat ku katakan pada
pelayan meja yang sudah dipesan atas nama ku, dan untuk yang terakhir ku lihat
lagi wajah langit terkejut tau ada satu ikat bunga mawar merah yang sudah ku
pesan pada pelayan. Aku cukup senang melihat wajahnya yang terkejut beberapa
kali untuk malam ini.
Kami saling berbagi cerita, ku ceritakan
tentang diriku padanya, dan ku jawab pertanyaan-pertanyaan yang dia tanyakan
tak hentinya. Tapi saat ku tanya mengapa hanya denganku dia berbicara dengan
panggilan gue-elo, dia terdiam sejenak, lalu menjawab bahwa dia hanya membaur
denga gaya bicara asal kota ku. Padahal aku berharap panggilan aku-kamu
disetiap kami bicara, lagi pula aku kan anak jurusan sastra. Kosa kata yang tak
biasa.
***
Setelah malam itu, aku sering menhampiri
langit dan bertemu denganya. Kami bisa saling bicara, saling membagi tawa
kecuali cinta. Setiap hari tak bosan ku paksa dia untuk memanggil ku dengan sebutan
“kamu” tapi setiap hari juga langit menolaknya. Pernah ku suruh dia untuk
memanggil namaku saja, tapi setelah ku katakan itu langit merubah raut wajahnya
seperti kesedihan yang sangat mendalam, suatu rasa kehilangan yang tak bisa
digambarakan. Aku adalah orang yang sering membaca blog nya, ku ikuti tahap
tiap tahap tulisanya, sampai aku mengerti dan menyadari bahwa ternyata namaku
sama dengan nama pria yang dulu dia cintai. Blog nya selalu terisi dengan nama
“Angga” siapapun dia, langit pasti merindukanya dan selalu tak percaya pada
kabar kematinya. Ya, itu sudah jelas terasa saat ku baca salah satu tulisanya.
Aku tak pernah henti untuk mendapatkan
hatinya, setiap hari ku kejar kemanapun dia menghindar. Tak pernah ku
permasalahkan jika wajahku terkadang membiru atau memar karena terlalu sering
dia tampar. Berhari-hari, berbulan-bulan kami bersama dan aku semakin tak tahan
untuk mengatakan yang sebenarnya. Pernah satu kali ku tanya apa dia peduli
padaku atau tidak, tapi yang kudapat hanya teriakan yang seperti biasanya. Tapi
saat ku tanya apa dia menyayangiku atau tidak, tak ada teriakan yang terdengar,
hanya keheningan. Aku bingung harus seperti apa aku mengadili semua rasa yang
tertumpuk dalam benakku.
Ku pilih tempat dengan jus mangga dan bakso
yang biasa ku santap dikantin ini. Tiba-tiba ku lihat punggung wanita yang tak sing untukku
“Sinta!” teriakku
Wanita itu menoleh “Rangga Prasetya woy! Apa
kabar lo dek? kangen gue sama lo” sinta memelukku
“apalagi gue” aku memelukkunya dengan erat
Sinta adalah kaka tingkatku, dia dua semester
diatasku, dan dia juga yang selalu membantuku dalam tugas yang tak ku mengerti
saat aku baru masuk ke kampus ini. Dia sudah seperti kaka untukku.
“lagi apa lo disini ka?” ku mulai pembicaraan
“kangen gue sama kampus. Ngurusuin bahan buat
tugas akhir jadi jauh sama kampus”
“gaya lo so sibuk dah ka”
Kami berdua tertawa
“gimana lo? Udah nemu pacar belom? “
“pacar? Belom ka. Tapi calon ada lah ka!”
“gaya lo so ganteng dah, terus kapan rencana
lo nembak dia?”
“sekarang.”
“so? Masih ngapain lo disini? Pergi sana
temuin dia”
“ah lo mah dari dulu paling bisa cari solusi.
Doain gue ya!” ku peluk lagi tubuhnya sambil tertawa dan berlari ke tempat yang
seharusnya ku datangi dari tadi
“semangat dek!” ku lihat sinta sedang
melambaikan tanganya padaku
Aku berlari mencari wajah langit, ku lihat dia
sedang beregeas kearah gerbang keluar. Ku panggil namanya beberapa kali tapi
dia tak berhenti.
“langit!” ku genggam tanganya agar tak
meninggalkan aku begitu saja seperti yang sudah-sudah
“kenapa lo?” wajahnya terlihat berantakan
Aku tersenyum lebar, tak bisa ku tahan rasa
yang menggebu ini, dada ku berdebar kencang, bibir ku komat-kamit seperti yang
sedang membacakan mantar sihir. Ku tarik nafasku dan saat akan ku katakan
tiba-tiba langit pergi begitu saja, melepaskan genggamanku dan berlari tanpa
menoleh kearahku. Hatiku rapuh
***
Langit menghilang, tak ada kabar, tak membalas
semua pesan yang ku kirim padanya, tak mengangkat telepon ku, jika aku harus
pergi kerumahnya, aku tak berani. Aku memang payah
Sudah satu minggu lebih aku tak bertemu
denganya, aku masih tak mengerti apa yang terjadi padanya. Setiap hari ku
datangi ruang kelasnya, dan selalu tak terlihat batang hidungnya. Sampai pada
siang itu aku melihat wajahnya muncul lagi. Ku hampiri dia dan bertanya kemana
saja dia belakangan ini, dan yang ku dapat hanya hindaran, langit menhindariku
“Lo lagi lo lagi. Bosen gue liatnya!”
Kalimat pertama yang kudengar dari mulutnya. Kami
bertengkar hebat, aku terpancing emosi dan ku paksa dia untuk memanggilku
dengan sebutan; kamu
“gak mau, Rangga Prasetya” langit berteriak
Untuk pertama kalinya ku dengar dia memanggil
namaku. Entah apa yang terjadi padanya dan pada kami berdua.
“lang, kenapa lo jauhin gue?”
“wanita itu… dikantin dekat gedung sastra.” Suaranya
terdengar samar
“wanita? Wanita apa sih lang?”
“lupakan!”
Aku terdiam, mencoba mengingat dan yang ku
ingat bahwa aku hanya bertemu dengan sinta dan itupun membicaraknya “tapi
lang…”
“cukup rangga! Aku tak ingin melihatmu lagi”
“kamu tak pernah tau lang” aku tertunduk lemah
dan mencoba menerima bahwa langit tak pernah mau mendengar penjelaskanku. Dan
pada akhirnya, aku tak pernah menyatakan cintaku pada langit.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar