Jumat, 12 Desember 2014

Dewasa


Kau tahu? Ketika aku sedang menulis ini, aku sedang tersenyum merindukan masa-masa lalu, saat jari-jemariku tak pernah lagi basah karna harus membasuh air mata, saat wajah ku tak harus menyembunyikan segala luka, saat hidup ku masih terasa biasa, tanpa pernah merasa hampa.

Terkadang, ada hal-hal yang sama sekali tak bisa kita ubah, seperti menangis dipelukan Ibunda, mengadu keluh kesah karna tak saja mendapatkan kemudahan, atau berteriak memanggil Ayah dengan suara lantang meminta dimanjakan. Itu adalah beberapa hal dari banyaknya hal yang tak bisa kita ubah, karena:

“Dewasa adalah fase dimana kita harus menyelesaikan segala sesuatu dengan cara yang berbeda, mencoba membagi rasa agar tak pernah dikalahkan oleh amarah. Menerima konsekuensi meskipun ada air mata diakhir cerita, dan belajar memilih cara bahagia agar tak ada lagi luka.”

Ketika luka itu hadir kembali, rasanya ingin pergi beranjak selamatkan diri dengan cara menangis dan menyesali yang telah terjadi. Namun dewasa membuat beberapa pilihan karena ternyata tak ada waktu untuk menangis disela-sela malam, bisa karena tugas sudah menunggu untuk dikerjakan, disaat itulah kita berada dalam pilihan; memanjakan luka dengan cara menangisinya semalaman, atau menyelsaikan tugas dengan harap hati tak lagi focus pada luka yang semakin terasa menyakitkan.

Dan jika hidup adalah pilihan maka dewasa harus siap menanggapi kehilangan. Saat hidup sudah dipermainkan oleh keadaan, siapa lagi yang harus menjadi pegangan kalau bukan diri sendiri yang sudah tahu berada dalam banyak kekurangan. Maka dari itu dewasa membuat ku mengerti akan satu hal, mengapa Tuhan menciptakan semua orang berpasangan; karena setiap orang membutuhkan pegangan. Jika dalam ilmu pengetahuan, manusia dikategorikan menjadi makhluk yang bersosial karena tak bisa hidup perorangan.

Dewasa adalah menanggapi suatu permasalahan dengan senyuman, seperti hal gila yang sepertinya tak pernah bisa ku lakukan. Seperti dengan mudahnya menerima luka lalu mengobatinya seketika, kemudian permintaan maaf pun diterima tanpa kata penyesalan diakhir kata. Bolehkah aku tertawa? Jika dewasa adalah hal yang harus ku jalankan, maka aku memilih dewasa dengan cara yang ku inginkan, seperti harus saling menerima dan saling menghargai atas perasaan.

Banyak orang tertawa ketika menanggapi soal cinta, aku pun sama. Cinta adalah suatu rasa yang disebabkan oleh segala sesuatu hal yang tak bisa dijelaskan dengan kata-kata, hanya bisa didefiniskan oleh orang-orang dewasa. Seperti halnya cinta adalah soal menerima, membagi perih atas kehidupan yang berbeda, menanggapi segala hal dengan genggaman tangan, dan terlepas jika memang diantara segala masalah sudah tak ada jalan pulang. Cinta bisa begitu amat sangat melukai, dan mengobati tak bisa sendiri. Maka ku simpulkan bahwa dewasa yang menanggapi cinta adalah usaha yang begitu luar biasa agar cinta tak menyakiti kita.

Dewasa itu adalah KITA.

Kamis, 27 November 2014

Waktu


Tangan kita pernah saling berpegang tanpa pernah mau melepas. Tanpa ada waktu yang ingin kita bahas, peluk mu adalah waktu tercepat.

Banyak yang mengatakan bahwa pertemuan kita adalah kesalahan. Aku hanya bisa tersenyum lebar sambil mengatakan bahwa kamu adalah kesalahan yang membahagiakan. Meskipun ada ruang dihatiku yang telah kau sakiti berulang-ulang, namun menghabiskan lagi waktu dengan mu adalah obat yang paling ampuh untuk melupakan segala hal yang dapat menjauhkan kita.

Aku paling tak ingin cepat lupa tentang hal-hal yang sudah kita lalui bersama, namun kini ku sebut itu adalah kenangan yang harus segera mungkin ku lupakan cepat. Waktu kini telah menjawab bahwa ternyata kamu bukanlah orang yang tepat. Aku kehilangan mu dalam waktu yang singkat, dan kamu sudah melupakanku dengan waktu yang cepat.

Aku tak ingin menyalahkan siapapun soal habisnya waktu kebersamaan kita, begitupun kepada semesta. Beberapa waktu malam ku habiskan dengan isak tangis yang ku tahan, malu-malu pada suara detak nya jarum jam, namun pagi ini ku tahu waktu telah menjawab segalanya kepadaku. Aku ikut bahagia tahu kamu ternyata baik-baik saja setelah perpisahan kita. Suara mu yang ku dengar pagi tadi menyembuhkan segala bentuk rindu yang ku tahan dalam ego ku.

Aku memang tahu bahwa cinta adalah soal menerima dan bertahan untuk segala hal yang kita akan perjuangkan. Aku juga tahu bahwa waktu harusnya membiarkan kita bertahan sedikit lebih lama. Namun aku juga tahu bahwa kamu memang tak akan pernah bisa menghargai semua perasaan ku. Maka dari itu aku memutuskan untuk melepaskanmu.

Biarkan waktu menegelamkan segala kenangan yang sebenarnya sulit ku lupakan. Aku tahu kamu tak pernah merasa kehilangan ku bukan, berbeda dengan kondisiku yang seakan telah membolakbalikan segala waktu hidupku karena kosong atas kehilanganmu. Semoga kamu selalu bahagia meskipun tidak mengahabiskan banyak waktu lagi denganku.

Dan urusan ku dengan waktu: berusaha baik-baik saja atas ketiadanmu disisiku.

Rabu, 15 Oktober 2014

Need a hug to forget all the pain


Mengapa ada orang-orang yang bisa sebegitu gampangnya membuat hatimu patah? Padahal kamu sama sekali tak tahu letak salahmu dimana, mengapa ada orang-orang yang bisa sebegitu bahagianya tahu kamu sudah tak terlihat tersenyum seperti semula? Padahal kamu sedang membahagiakanya. Mengapa ada orang-orang yang merasa biasa saja setelah membuatmu hancur sampai ke dasar perasaan? Padahal kamu sedang menangis sendirian.

Percayalah, terkadang pertanyaan itu bermunculan dalam kepala. Datang secara tiba-tiba dan tak pernah menghilang dengan waktu cepat. Itu adalah perasaan menyiksa, membuat gelap semua pemikiran dan tindakan.

Ada orang yang sedang mencoba tertawa bahkan saat hatinya terluka. Mengapa bisa? Padahal suara nya semakin melemah karna memaksa menertawakan dirinya yang terlihat menyedihkan sendirian.

Mengapa ada orang-orang yang bisa membuat orang lain tersenyum dengan cepat dan melupakan masalahnya, sedangkan orang itu sendiri sedang mencoba memperbudak bibirnya agar tersenyum lagi pada teman-temanya. Mengapa ada orang-orang yang masih mau membantu orang lain bangkit dalam jatuhnya, sedangkan orang itu sedang tergeletak tak berdaya pada lukanya yang masih basah.

Percayalah, terkadang pertanyaan itu bermunculan dalam kepala. Datang secara perlahan dan selalu menyisakan semua pemikiran menyedihkan tentang kehilangan.

Ada orang yang sedang merasa kuat bahkan saat luka itu menggerogotinya sampai dalam. Mengapa bisa? Padahal dia hanya butuh dijelaskan tentang segala hal yang sedang dia pikirkan.

Tapi tolong, jangan tanya lagi soal dua hari kebelakang. Orang itu sedang tak ingin membahasnya. Kamu cukup memeluknya, orang itu sedang ingin melupakanya.

Jumat, 10 Oktober 2014

Senja Arief

Kami sudah bersama sejak lama, sejak kami berdua berada di bangku sekolah menengah pertama. Saat keluarga nya mengisi rumah sebelah yang sudah kosong berbulan-bulan lamanya, dan saat pria berambut hitam kecoklatan itu menjadi murid baru dikelasku. Aku berteman denganya sampai saat ini, saat kami sudah hampir akan menyelesaikan studi akhir dan akan menjadi sarjana bersama.

Banyak yang mengatakan bahwa kami adalah sepasang kekasih yang tiada hari tanpa perdebatan yang membuat senyum kami menghilang. Sejak kami menjadi semakin dekat banyak pertanyaan apakah kami berpacaran atau hanya berteman, dan salah satu dari kami selalu menjawabnya dengan “bukan”.  Tapi lain hal nya denganku, sejak kami lulus SMA, perasaan ku berubah dari menganggapnya hanya sahabat dekat menjadi sahabat nya tak mau ku lepaskan.

Namanya Arief, pria yang memiliki mata indah itu seakan selalu membuat hariku penuh warna. Arief adalah satu-satunya pria yang mengerti bagaimana menghadapi wanita ceroboh seperti ku. Aku mencintainya, tapi ini adalah rahasia.

*

Kami sudah bersama sejak lama, sejak kami berdua berada di bangku sekolah menengah pertama. Saat keluarga ku pindah ke luar kota karna pekerjaan Ayah, dan saat wanita berambut hitam kemerahan itu menjadi teman pertama di kelas baruku. Aku berteman denganya sampai saat ini, saat kami sudah hampir akan menyelesaikan studi akhir dan akan menjadi sarjana bersama.

Banyak yang mengatakan bahwa kami adalah sepasang kekasih yang tiada hari tanpa perdebatan yang membuat senyum kami menghilang. Sejak kami menjadi semakin dekat banyak pertanyaan apakah kami berpacaran atau hanya berteman, dan salah satu dari kami selalu menjawabnya dengan “bukan”.  Tapi lain hal nya denganku, sejak kami masuk SMA, perasaan ku berubah dari menganggapnya hanya teman wanita ku menjadi teman wanita satu-satunya untukku.

Namanya Senja, wanita yang memiliki senyum paling manis bagiku. Senja adalah satu-satunya wanita yang mengerti bagaimana cara menghadapi pria yang pendiam sepertiku. Aku sangat mencintainya, dan cinta ini akan ku simpan sendirian saja.

*

Hari-hari ku selalu ramai oleh canda kami berdua. Entah hanya perasaanku saja atau bukan tapi arief tak pernah memperdulikan wanita-wanita yang selalu mendekatinya. Arief adalah pria terpintar saat sekolah menengah pertama dulu, dan saat putih abu kami dimulai belum apa-apa arief sudah menjadi kapten basket, dan saat kami berada di university arief akan diangkat menjadi asisten dosen, maka tak heran jika arief banyak dikagumi oleh wanit-wanita cantik itu. Terkadang aku merasa tak nyaman dengan keadaan itu, ditambah mengingat aku hanya wanita ceroboh dan tak pandai berdandan.

Sebenarnya banyak kesempatan yang bisa ku jadikan ungkapkan bahwa selama ini aku juga mengagguminya, memendam perhatian lebih padanya dan cinta diam-diam ku padanya ingin sekali ku utarakan, tapi aku hanya wanita yang tak bisa memulai duluan. Dan pada akhirnya lagi-lagi aku memendam.

*

Hari ku semakin menarik jika bersama dengan senja. Senja adalah wanita yang tak pernah bisa diam, mulut nya selalu bicara dan rambut nya selalu berantakan, dia adalah wanita biasa dan apa adanya yang selalu saja mencuri perhatianku. Meskipun banyak wanita yang mendekatiku tapi hanya senja lah yang ku inginkan. Ada beberapa pria tampan yang selalu saja mendekatinya, memberi dia bunga sampai menjemputnya kerumah untuk pergi sekolah, tapi selama itupun aku tak pernah melihat senja menaggapinya, terkadang aku merasa bukan apa-apa jika dibandingankan dengan mereka.

Sebenarnya setiap kali beretemu, saat matahari dengan anggunya turun kebalik bukti, aku ingin sekali katakan bahwa aku hanya  mencintai senja, sejak lama dan sampai saat ini. Tapi percuma, aku tak pernah ada keberanian untuk memulai semuanya duluan. Dan pada akhirnya lagi-lagi aku memendam.

*

Hari ini adalah hari ulang tahun ku. Aku berharap arief akan menjadikan itu hari yang tak pernah terlupakan olehku.
Dan ternyata benar, arief menjadikan itu hari yang tak pernah terulupakan olehku, karna arief tak mengingat bahwa hari ini adalah hari ulang tahun ku, semuanya terasa sangat menyakitkan dan aku sangat membencinya. Bahkan ku putuskan untuk tak lagi memendam perasaan ini untuknya, bahkan aku tak pernah tahu apa arief merasakan hal yang sama atau tidak. Aku sudah tak peduli, dan aku akan melupakan perasaan ini. Aku rasa semua sudah cukup sampai disini.

Besok aku akan pergi ke kampus dengan Rangga, bahkan aku terima ajakanya untuk sarapan  bersama.

*

Saat matahari mulai terbenam, aku baru mengingat bahwa hari ini adalah hari ulang tahun senja. Rasa bersalah membuat tugas yang dari tadi sedang ku kerjakan terbuyar. Rasa takut akan kemarahanya menguatkanku untuk tidak dulu menghubunginya. Ku putuskan bahwa besok pagi aku akan mengucapkanya langsung kerumahnya.

*

“hi morning. Mau kemana sih kamu pagi-pagi gini udah cantik?” arief tiba-tiba muncul didepan rumahku

“mau pergi.” Jawabku ketus

“pergi kemana sih? Sama siapa? Ada yang mau aku omongin sama ka..”

Belum selesai arief bicara, suara mobil rangga sudah terdengar didepan rumah, rangga keluar dari mobil dan menggenggam tanganku didepan arief, ada perasaan tak nyaman dengan perlakuan rangga ini. Tapi buatku, tak ada jalan lain selain harus melupakanya.

“jalan-jalan doang sambil mau ke kampus, sama rangga. Tadi kamu mau ngomong apa?” dalam hati aku berharap arief akan melarangku pergi dan menyuruhku untuk tetap bersamanya.

“gak ada apa-apa ko, kamu hati-hati ya. Rangga, titip senja ya.” Arief tersenyum kearah ku yang sedang dibawa rangga pergi kedalam mobil

Aku hanya bisa diam. seperjalanan aku tak ingin membahas apapun dengan rangga, bahkan pembicaraan kami pun entah menjurus kearah mana, yang ku pikirkan hanya arief.

*

Aku bangun pagi sekali, meskipun semalaman aku berlatih bicara romantic didepan senja tak membuatku bangun terlambat, bahkan aku sudah bangun sebelum alarm jam berbunyi. Sunggu jatuh cinta itu membuat segalanya menjadi indah.
Dan karena aku masih saja tak berani untuk mengetuk rumahnya, maka ku putuskan untuk menunggunya keluar rumah. Saat ku lihat senja keluar rumah, aku berlari menghampirinya… dan saat ku lihat senja sudah seperti siap berangkat entah kemana

“hi morning. Mau kemana sih kamu pagi-pagi gini udah cantik?” ku mulai pembicaraan sambil menggodanya, meskipun pada kenyataanya senja memang terlihat cantik

“mau pergi.” Jawabnya dengan ketus

“pergi kemana sih? Sama siapa? Ada yang mau aku omongin sama ka..” ku percepat bicaraku

Tapi belum selesai aku bicara, ada suara mobil entah siapa yang sudah terdengar didepan rumah senja, dan ternyata rangga keluar dari mobil dan menggenggam tangan senja tanpa menyapaku terlebih dulu. Saat melihat senja hanya diam saja tanganya digenggam erat oleh rangga, aku hanya bisa diam tak bicara. Rasanya sungguh menyakitkan.

“jalan-jalan doang sambil mau ke kampus, sama rangga. Tadi kamu mau ngomong apa?” senja meneruskan pembicaraan kami

“gak ada apa-apa ko, kamu hati-hati ya. Rangga, titip senja ya.” Aku hanya bisa tersenyum kearahnya sambil menahan hati yang sepertinya akan terguling tak berdaya pagi ini. Ingin rasanya ku raih tangan senja dan membawanya jauh dari rangga. Tapi apa daya aku tak ingin menghancurkan acara nya bersama rangga.

Aku yakin senja sudah menemukan bahagianya.

*

“sudah lama rasanya tak berbicara berdua lagi denganmu” tak sengaja aku bertemu denganya dihalaman depan rumah kami berdua yang bersebelahan

“ya, lima bulan ini kamu terlalu sibuk dengan kekasihmu.” Arief sedikit tertawa

“lalu kamu? Sudah punya kekasih kah?” aku balik bertanya dengan sedikit sinis padanya

“sudah, dan aku bahagia.”

Jawaban yang membuat hatiku teriris. Aku memilih diam dan menangis…

“mengapa kamu menangis? Ada yang salah dengan perkataanku?” arief menatapku khawatir

“bukan rief, ini soal Rangga.”

“kenapa dengan dia? Rangga menyakitimu? Bodoh sekali pria itu. Aku saja tak pernah menyakitimu bukan! Aku juga tak pernah membuatmu menangis” arief terdengar sangat marah sambil berteriak

Apa katamu rief? Kamu tak pernah menyakitiku? Kamu tak pernah membutku menangis? Apa selama ini kamu tak pernah sadar bahwa disetiap pagi menjelang mataku bengkak oleh kelakuan mu yang masih saja tak mengerti akan perasaanku yang begitu besar padamu. Hatiku yang hanya bicara, mulutku hanya diam mendengar arief yang tak berhenti bicara

“kenapa? Apa yang rangga lakukan padamu senja!” arief membentakku

“dia melamarku rief!! Dan aku tak tahu harus menjawab apa?!” tanpa aba-aba aku mengatakan segalanya, hal yang membuatku tak nyaman belakangan ini

Lalu kami hanya sama-sama terdiam.

“aku sangat rindu padamu rief, aku rindu kita yang dulu. Aku membutuhkanmu, aku tak tahu harus menjawab apa.” Aku menangis sejadi-jadinya

“senja, sebahagia itukah kamu dilamar oleh rangga? Sampai menangis didepanku sambil mengatakan bahwa ada pria yang sudah ingin memintamu menjadi wanita didalam hatinya untuk selamanya? Mendampinginya?”               arief tertunduk didepanku

“rief, dari dulu dan sampai saat ini hanya kamu bahagiaku. Dan kamu pun begitu bukan?” dengan bodohnya aku menanyakan itu
“eh tunggu, mungkin kali ini bahagiamu adalah kekasihmu kan rief, kamu sendiri yang mengatakan itu.” Dan dengan bodohnya juga aku menjawab pertanyaanku sendiri

“terima saja jika denganya kamu bahagia,” hanya itu yang ku dengar dari pria yang selama ini ku cintai

“rief, apa kamu mencintaiku?” lagi-lagi aku menanyakan hal bodoh

Arief diam sesaat lalu menjawab “aku pasti akan datang diacara pernikahanmu senja.” Kemudian dia tersenyum

“Dasar pengecut!” ku angkat tubuhku dengan cepat, pergi menjauh darinya, dan tak pernah lagi menatap wajahnya.

*

Malam itu ku lihat senja pulang dengan mobil rangga seperti biasanya, tapi tidak biasanya senja menghampiriku dan memuulai percakapan “sudah lama rasanya tak berbicara berdua lagi denganmu”

“ya, lima bulan ini kamu terlalu sibuk dengan kekasihmu.” Ku jawab seadanya

Tiba-tiba senja menanyakan hal yang membuat hatiku berdegup lebih kencang “lalu kamu? Sudah punya kekasih kah?”

“sudah, dan aku bahagia.” Dan aku berbohong, karna sampai saat ini aku masih tak bisa mengisi hati oleh wanita lain jika didalamnya sudah ada kamu, senja.

Malam itu berubah menjadi malam tersunyi yang pernah ku alami selama dengan senja, lalu kulihat senja menangis.

“mengapa kamu menangis? Ada yang salah dengan perkataanku?”

“bukan rief, ini soal Rangga.” begitu bosan karna nama itu lagi yang keluar dari senja

Tiba-tiba emosi ku meningkat dan amarahku berubah menjadi cacian pada rangga, begitu menyebalkan melihat wanita yang ku cintai harus menangis karna pria yang tak pernah ku kenal dekat “kenapa dengan dia? Rangga menyakitimu? Bodoh sekali pria itu. Aku saja tak pernah menyakitimu bukan! Aku juga tak pernah membuatmu menangis”

Senja hanya diam seolah tak mendengar apa yang sedang kutanyakan

“kenapa? Apa yang rangga lakukan padamu senja!” ku bentak senja tanpa sengaja

“dia melamarku rief!! Dan aku tak tahu harus menjawab apa?!”

Jawaban senja yang begitu membuatku tak berdaya. Aku seakan seperti pria bodoh yang teramat bodoh karna telah membiarkan wanita yang ku cintai sejak lama diminta pria lain untuk dinikahinya.

Lalu kami hanya sama-sama terdiam.

“aku sangat rindu padamu rief, aku rindu kita yang dulu. Aku membutuhkanmu, aku tak tahu harus menjawab apa.” Tiba-tiba senja mengatakan hal yang sama dengan perasaanku

“senja, sebahagia itukah kamu dilamar oleh rangga? Sampai menangis didepanku sambil mengatakan bahwa ada pria yang sudah ingin memintamu menjadi wanita didalam hatinya untuk selamanya? Mendampinginya?”               aku hanya tertunduk

“rief, dari dulu dan sampai saat ini hanya kamu bahagiaku. Dan kamu pun begitu bukan?” senja bertanya seakan memberikanku tamparan bahwa seharusnya aku mengatakan perasaanku yang sebenarnya padanya, bukan berbohong mengatakan bahwa aku sudah bahagia dengan wanita lain.

Dan belum sempai ku jawab, senja sudah bicara terlebih dulu “eh tunggu, mungkin kali ini bahagiamu adalah kekasihmu kan rief, kamu sendiri yang mengatakan itu.”

“terima saja jika denganya kamu bahagia,” hanya itu yang ku bisa katakan untuk wanita yang ku cintai

“rief, apa kamu mencintaiku?” lagi-lagi aku merasa bodoh karna belum saja bisa mengatakan yang sebenarnya

Dan panggil aku bodoh karna yang bisa ku katakan hanyalah “aku pasti akan datang diacara pernikahanmu senja.” Aku hanya bisa tersenyum sambil berharap malam ini hanyalah mimpi buruk yang sebentar lagi akan selesai dengan sendirinya.

“Dasar pengecut!”  kata-kata dari mulut senja yang membuatku semakin merasa menjadi pria paling bodoh sedunia.

*

Hari ini adalah hari pernikahanku dengan rangga, meskipun salah tapi aku sangat berharap arief muncul dan mengatakan bahwa kami bisa bersama seperti dulu lagi. Meskipun mustahil, karna sejak pembicaraan kami malam itu aku dan arief sama-sama tak pernah lagi bertemu, bahkan saat wisuda dikampus kami sebulan yang lalu, aku tak lagi melihatnya.

Waktu berjalan sangat cepat dan hari semakin siang, saat semua akan dimulai ku lihat arief datang dengan jas berwarna hitam, juga rambut hitam kecoklatan yang disisir rapi olehnya membuatku terasa sangat menyedihkan, haruskah semua berakhir seperti ini rief?

Saat acara hampir selesai dan para tamu berhenti berdatangan, aku memutuskan untuk mengistirahatkan tubuhku diruang rias. Aku memilih untuk sendiri, sampai pria itu muncul lagi untuk pertama kalinya semenjak dia menghilang.

“kamu sangat cantik senja.”

“terima kasih telah datang rief.”

Arief memelukku dan memberikanku surat diamplop putih yang dipadukan dengan warna kuning keemasan seperti langit senja. “semoga kamu bahagia, senja.” Arief pergi begitu saja meninggalkanku yang masih memandangnya.

Aku membuka amplop nya perlahan, dan yang kulihat hanya tulisan.

Selamat berbahagia untuk wanita yang sangat ku cintai sejak lama.

Sahabat terbaikmu, Arief.

“Dasar pengecut! Mengapa tak kau katakan bahwa selama ini kamu  punya perasaan yang sama denganku!” aku menjerit menangis sejadi-jadinya.

*

Sejak pembicaraan malam itu aku memutuskan untuk tak lagi bertemu dengan senja. Sebisa mungkin aku menghindari waktu dan tempat jika kami bisa saja bertemu. Bahkan sat acara wisuda kampus, aku tak menghadirinya karna takut akam bertemu denganya. Bukan karena aku marah padanya, tapi karena aku sedang menghukum diriku sendiri karna sudah bodoh pada perasaan seperti ini.

Sampai saat ku tahu bahwa senja akan mengadakan pernikahan dengan rangga, aku baru menyadari bahwa aku memang tak akan pernah bisa meluapakan wanita ceroboh itu. Perasaanku hancur lebur oleh berita itu, penyesalan kini tak ada artinya. Tapi aku memutuskan untuk datang keacara pernikahanya, meskipun rasanya sangat menyakitkan tapi aku tak ingin mengsia-siakan pertemuan terakhir ku dengan senja. Karena setelah itu ku putuskan akan pindah keluar kota untuk mencari kerja dan tak akan lagi bertemu dengan senja. Meskipun mustahil untuk melupakanya, tapi aku tak akan pernah mau untuk merusak keluarga barunya dengan rangga. Meskipun senja adalah wanita yang ku cintai sejak lama, dia masih akan menjadi sahabat dan wanita satu-satunya untukku.

Saat acara akan dimulai kulihat senja dengan cantiknya memakai gaun pengantin menuju pria yang bukan aku disana. Air mata ku bercucuran saat ku dengar orang-orang sekelilingku bertepuk tangan. Ku tahan perasaanku agar tak terlihat menyedihkan diacara bahagia sahabat terbaikku.

Dan saat ku lihat senja berjalan seorang diri menuju ruang rias, ku hampiri dia perlahan.

“kamu sangat cantik senja.”

“terima kasih telah datang rief.” Wajahnya seakan tak percaya karna melihatku.

Yang bisa ku lakukan hanya memeluknya sambil memberikan surat yang berisi pesan ku untuknya. Setelah itu, aku pergi tanpa ucapan selamat tinggal, aku tak lagi menolehnya seperti yang dia lakukan saat malam terakhir kami bicara. Saat aku tak kuasa melangkahkan lagi kakiku, aku putuskan untuk bersandar sebentar pada tembok yang tak berada jauh dari ruang rias itu, lalu ku dengar senja menjerit sambil berteriak
“Dasar pengecut! Mengapa tak kau katakan bahwa selama ini kamu  punya perasaan yang sama denganku!”

Kau tahu apa yang bisa ku lakukan saat itu? Menangis tanpa memikirkan bagaimana menahan malu dari banyak pasang mata yang melihatku. Begitu penyesalan kini sedang menggerogotiku dari dalam, hatiku hancur tak karuan.
Kini cinta tak ada artinya karna aku hanya menangisi perasaan pada wanita yang sudah menjadi pendamping pria lain untuk selamanya.

Kini untuk menyesal pun ku rasa sudah terlambat.

Minggu, 14 September 2014

Memahami

Cinta bagiku, bukan lagi soal menerima segala kekurangan yang ada. Tapi memahami segala keadaan dari seseorang yang dicinta - (apn)

Akhirnya.. aku menulis lagi. Hanya dengan menulis seisi hati bisa diutarakan tanpa harus dibicarakan. Aku tak ingin mengganggu istirahat teman hanya untuk mendengarkan keluh kesahku yang membuatku tak nyaman.

Dengan menulis, aku bisa menceritakan kisah panjang tanpa harus mengatur pernafasan. Aku bisa menulis berpuluh-pupuh halaman dalam semalam sambil menangis mencoba membuang rasa penat ketika harus dipaksa melupakan oleh cinta yang berkhianat.   

Dengan menulis, aku bisa membagi rasa tak nyaman dengan kata-kata sampai membentuk kalimat yang panjang tanpa harus menganggu malam dengan tangis yang tersedak.

aku bukan seorang penulis handal atau penyair malam, bukan juga seorang wanita cantik yang berkali-kali harus memulai hati. 

Aku hanya orang yang sedikit saja ingin dipahami.

Perhila cinta, memahami adalah hal yang begitu bisa menyakiti hati, berpeluang untuk merasakan sakit dipermukaan, atau menyerah perlahan pada pengkhianatan, atau yang lebih menyakitkan adalah menjalani hubungan dengan orang yang bahkan belum bisa menerima kenyataan bahwa kenangan memang sudah seharusnya tak lagi dikenang. 

Banyak orang yang memaksa untuk memulai sesuatu yang baru hanya untuk melupakan masa lalu. Terdengar bodoh dan menyedihkan, tapi tenang saja… aku adalah salah satu orang yang tak pernah melakukan itu, meskipun aku selalu bahagia dengan siapapun itu ketika dia adalah kekasihku, tapi jika memang sudah terpisah dan memutuskan untuk menjalani di jalan berbeda, maka perasaanku memang sudah harus dirubah, dirapihkan dan disusun dari awal untuk orang baru yang akan datang.

Suatu hubungan memang sudah ditakdirkan hanya bisa dijalankan oleh dua orang, dan jika dalam hubunganya masih ada kata “Dia” mungkin kamu harus berpeluk pada malam dan bertanya secara perlahan pada isi perasaan, apakah akan terus dijalankan dengan perasaan yang mungkin sudah kamu tau diakhir nanti cerita kalian; berpisah ditengah jalan karna kenangan tak bisa dia lupakan.

Tak ada yang istimewa dari seorang “Aku”, wanita yang sering menertawakan banyak hal, termasuk hidupnya. Aku lebih senang memendam dan diam, kemudian berteriak dibawah bantal semalaman sampai-sampai pagi pun masih terasa seperti malam. Aku adalah orang yang selalu menerima cerita teman, apapun yang ingin mereka ceritakan, aku siap mendengar dan memberi saran. Ada perasaan bahagia tersendiri ketika melihat teman yang datang dengan permasalahan lalu pergi dengan senyum yang melebar.

Tak sedikit teman yang menghampiriku sambil sesekali membasuh air matanya yang turun tanpa malu didepanku, dan lagi-lagi soal masa lalu. Sudah ku bilang berulang kali bahwa kenangan bukan untuk dilupakan, tapi cobalah untuk menerima bahwa masa itu memang ada dan membahagiakan… tapi teman, selagi disampingmu ada orang baru yang ingin membahagiakanmu, jangan coba-coba membawa kenangan itu pada lembaran yang baru. Karena meskipun orang itu bicara tak begitu peduli pada masa lalu mu, tapi saat dia pulang dan sampai dikamar, dia menciptakan hujan nya sendiri dan berpeluk pada hati yang merasa sangat tak dihargai. 

Cobalah untuk memulai sesuatu tanpa harus membawa serta masa lalu mu.

Dan pesanku, jangan sia-siakan orang yang ada disampingmu sekarang, karena mungkin saja dia ingin membuatmu bahagia, namun jika kamu masih tak bisa menghargainya, silahkan siap-siap untuk kehilanganya.

Minggu, 17 Agustus 2014

Masalah Dalam Diri Yang Berkaitan Dengan Hati

Banyak yang berbisik dibelakangku, disamping telinga kanan dan kiriku. Pembicaraan mengapa aku masih saja sendirian? Katanya itu disebabkan karna aku terlalu memilih calon pasangan, tapi bukankah setiap orang pasti mengharapkan orang yang benar? Disekelilingku, orang yang sering berganti pasangan sangat dipuji kecepatan proses untuk melupakan kenangan karena dengan waktu singkat mereka sudah mempunyai pasangan, tapi bukankah yang seperti itu adalah contoh betapa mereka tak pernah serius menjalani yang sudah-sudah bukan? Entahlah.

Tapi bagiku, itu bukan pilihan yang bagus jika hanya menginginkan pasangan yang ada untuk mengisi kekosongan. Mungkin pikirku, aku sudah terlalu menganggap bahwa hubungan ini terlalu serius untuk ku mulai dengan ketercukupan. Aku masih gadis berumur belasan, mungkin hampir mendekati puluhan. Tapi sungguh, ketika aku sedang menulis ini, aku merasa masih saja tak bisa menghindari keinginan untuk saling memiliki dengan orang yang nantinya akan menjadi panutan, aku merasa tak cukup jika hanya dengan status pacar, aku ingin seseorang.

Aku sering bertanya pada diriku sendiri, “sebenarnya aku mencari yang seperti apa?” atau ku ganti pertanyaan menjadi “apa yang salah denganku?”

Mati rasa? Bolehkah aku tertawa? Bagaimana bisa? Jika alasan nya disebabkan oleh rasa sakit ketika merasakan perpisahan diakhir cerita, bukankah disetiap perpisahan selalu ada kesakitan? Lalu karna apa? Atau mungkin aku sudah lelah, lelah mencoba, lelah berusaha untuk mencocokan segala rasa, memiliki pengharapan tinggi pada yang disebut adalah ‘kita’ lalu kemudian menahan rasa kecewa karna sudah terbiasa disalahkan atau disalah artikan, kemudian mengambil jalan berbeda arah dan berpisah.

Harus berapa kali semua drama itu terulang? Hanya dalam jarak waktu beberapa bulan, aku sudah bosan. Maaf, itu hanya keluhan dari seseorang yang selalu tertampar oleh penyesalan.

Ketika sedang merasa baik-baik saja, pasti akan ada seseorang yang datang entah siapa, mengumbar-umbar perhatian seolah ingin membuktikan bahwa dia adalah orang yang akan membahagiakan, dan disaat hati sedang memilih keputusan, orang itu menyerah perlahan,lalu kemudian hilang. Dan ketika aku merasakan kehilangan, ada kemarahan yang sedang menjambak bicara seolah mengapa aku masih saja tak memberi kepastian, lalu hatiku berteriak tak tertahan “mengapa kau sangat cepat mengungkapkan dan menuntut kepastian hubungan? Padahal aku sedang berjalan menuju kenyamanan”

Dan aku hanya diam. tak ada alasan, aku menunggu lagi seseorang datang dan membuatku merasa nyaman tanpa harus terburu-buru menuntut status hubungan, padahal waktu baru berjalan sebentar.

Karena waktu tak akan pernah memalsukan rasa paling dalam, percayalah.

Rabu, 06 Agustus 2014

Kamu Tak Pernah Tahu (Part 2)

Jika kalian mempunyai masalah dengan ingatan seperti ku, sebelum meneruskan membaca bagian 2 ini, kalian bisa mengulang membaca bagian 1 disini:
Aku Tak Pernah Tahu (Part1)

Sudah beberapa bulan aku berada di jurusan sastra, dan selama itupun aku masih saja tak bisa mengerti soal perbedaan kosa kata atau penghapalan kata baku yang benar. Bahkan apa yang ku tulis selalu mendapatkan nilai yang tak bisa dibanggakan. Aku pernah ingin menyerah, dan memutuskan untuk pulang ke kota Jakarta dengan hanya membawa senyum malu pada kedua orang tua ku, tapi keputusan ku terbuyar oleh bahan tugas yang sudah ku temukan  di internet.

Besok nya aku akan mempresentasikanya didepan 4orang dosen mata kuliah yang sudah memberikanku nilai yang tak seharusnya mereka berikan. Aku berlari mencari ruang kelas yang akan menjadi tempat presentasi ku, dan tak sengaja aku menabrak seorang wanita yang langkahnya cepat dan tak memperhatikan ke depan kemana dia berjalan.
Wajah nya terhempas pintu yang tak sengaja ku buka dengan tergesa-gesa, dia sedikit berteriak dan  memperlihatkan raut wajah yang membuatku tertawa, alis nya yang mengkerut cenderung membuat dia terlihat seperti anak kecil yang akan menangis karna kehabisan permen karet, bibir merah nya sedikit menguap karena menahan sakit, jilbab nya berantakan dan aku yakin dia adalah wanita yang galak.

Disaat aku tak bisa menahan tawa ku, tiba-tiba dia memandang tajam kearah mataku, dan menghempaskan buku-buku yang sedang ku bawa ditanganku, kertas-kertas bahan presentasiku berjatuhan dan berserakan dilantai. Aku mengambilnya satu persatu dan membereskanya sambil menahan kesal. Tak ku gubris lagi karna ku ingat bahwa aku sudah terlambat. Ku tinggalkan wanita itu dan berlari kearah ruang presentasiku.

Aku merasa puas dengan hasil presentasiku, ku lihat wajah dosen-dosen yang juga merasa puas dengan apa yang ku tampilkan pagi itu. Dan saat aku keluar ruangan, aku mendapatkan tamparan dari seorang wanita yang sepertinya ku kenal barusan. Dia bertanya aku membacakan puisi milik siapa, setelah ku katakan bahwa itu milikku, dia mengatakan bahwa aku pecundang.

Beberapa detik kami saling bertatap muka kesal, rasanya benar-benar tak masuk akal aku bisa ditampar oleh orang yang bahkan tak ku kenal.

***

Ku buka laptop ku dikantin, ada meja yang selalu menjadi tempat yang tepat untuk menikmati jus mangga dan satu mangkok bakso.  Ku buka lagi file-file bahan presentasiku kemarin pagi, hanya ingin mengulang rasa puas. Ku buka tab baru dalam halaman internet ku, ku baca-baca lagi blog favorite ku itu untuk menghabisi rasa rindu pada perasaan yang ingin diberikan pengetahuan soal kosa kata yang bermakna cinta.

“Tunggu dulu!” tiba-tiba aku berkata seperti itu. Aku memang belum pernah membuka profil pemilik blog ini, dan beberapa detik lalu saat aku hanya asal meng-klik, aku merasa mengenali wajah itu. Ku lirik meja sebelah terisi oleh beberapa teman yang sepertinya lebih mengenal kampus ini dari pada aku, aku yakin orang yang mempunyai blog ini adalah mahasiswi kampus ini.

“hey bro” ku dorong pundak salah satu anak yang sedang bergerombol dimeja itu, namanya Yuda, dia teman satu kost denganku.

“woy rangga. Ada apa bro?”

“lo kan mahasiswa gaul di kampus, pasti sering keliling kampus kan lo?”

“hahaha emang kenapa nih?” rangga tertawa mendengar ucapanku

“lo tau ga ini anak fakultas mana. Ko gue berasa pernah liat ya?” ku sodorkan laptopku pada rangga

“blog? Blog punya siapa bro?”

“nah itu dia gue nanya. Lo kenal ga nih sama photo nya? gue penasaran.”

“loh ini kan blog punya anak ekonomi itu. kenapa? Lo demen sama dia? Pacarin sana” yuda tertawa setelah melihat-lihat laptop yang ku sodorkan, bahkan dia mengusap-ngusap layarnya dan tepat dibagian photo nya. ya mungkin yuda sedang menerawangnya.

“anak ekeonomi? Siapa sih emang?” rasa penasaranku semakin meledak

“yaudah besok gue ajak lo ketemu dia ya. Mau ngapain sih emang lo?”

“penasaran aja gue mah yud” ku tampar dia dengan keras

“ahh kirain gue mah mau minta tanda tangan lo” yuda tertawa sambil memusatkan lagi pandanganya kepada teman-temanya

***

Hari ini aku sedang berada diluar gedung ekonomi. Yuda menepati janjinya untuk membantuku mencarikan orang pemilik blog itu. Ku lihat satu kelas yang telah selesai, mereka semua keluar seperti gerombolan mahasiswa yang akan tawuran, jumlah mereka cukup banyak jika dibandingkan dengan jumlah mahasiswa yang berada dikelas ku.

“tuh itu dia orangnya bro!” yuda berteriak dan menunjuk pada satu wanita yang berada diantara gerombolan orang-orang itu.

“what? Are you kidding me?” aku terkejut

“no! why?”

“no no, thanks yud.”

“oke bro” yuda menepuk-nepuk pundakku dan pergi meninggalkanku sendiri dengan perasaan malu karena semuanya ternyata memang memperlihatkanku seperti pecundang bodoh

Aku berdiri didepan ruang kelasnya, ku tunggu sampai dia melihat kearah ku, dan ternyata semua memang seperti yang ku bayangkan. Setelah melihaku dia bertanya mengapa aku berada didepan kelasnya dengan ketus. Ku perkenalkan namaku dan ku ajak dia ngopi untuk memulai pembicaraan, dan dia menolak keras.

“please, ada sesuatu yang mau gue bilang.”

“what? You say sorry? Yes! It’s ok, no problem, rangga.”

“tapi…”

“nama gue langit. Bye!”

Belum sempat ku ucapkan maaf, dia sudah pergi dari pandanganku dengan cepat. Tapi saat itu aku tau bahwa orang yang sering menulis puisi yang indah itu bernama Langit, dan dia juga adalah wanita yang sudah menamparku dan berteriak bahwa aku adalah pecundang bodoh. Ku tarik nafas panjang lalu membuangnya bersama angin.

Aku benar-benar menginginkan maaf darinya, jadi ku putuskan untuk melakukan cara apapun untuk meminta maaf padanya sampai dia mau menjadi temanku, atau mungkin menjadi wanita yang istimewa bagiku. Aku merasa ada rasa yang berbeda ketika melihatnya, bahkan ketika kami sama-sama belum bertemu aku sudah jatuh cinta padanya, ya, maksudku dengan puisi-puisi nya, dengan pengetahuan sastra nya, dan tentu saat ini semakin lengkap karna aku sudah bertemu dengan sosok nya. rasa amarah ku lenyap oleh rasa bahagia karena sudah menemukan orang yang bahkan tak pernah ku cari, entahlah ada perasaan yang tak bisa ku jelaskan disini.

Hari ini aku putuskan untuk datang lagi ke gedung ekonomi dan akan ku bacakan puisi yang paling ku suka di blog nya.
Dan saat ku lihat wajah indah itu, aku memanggil namanya. Dia terlihat masih kesal padaku, aku tau dan aku paham karena aku adalah orang yang telah mengambil hasil karya nya untuk bahan tugas kuliah ku, dan aku sadar aku telah salah padanya. Tanpa ku pikirkan rasa malu terlebih dulu, aku membaca puisi nya dengan lantang, tak ku pedulikan bagaimana banyak pasang mata yang melihat kearah kami berdua, yang hanya ku lihat adalah raut wajahnya yang telihat tak percaya pada perlakuanku yang sebegini bodohnya hanya untuk mendapatkan maaf darinya. Ku tutup puisi itu dengan kalimat “I’m so sorry” dan satu tangkai bunga mawar merah yang ku petik disamping gedung perhotelan kampus

Ku tunggu dia membuka mulutnya dan mengeluarkan kata-kata yang ku harap adalah penerimaan maaf. Tapi ternyata salah, harapku tak menjadi nyata. Langit hanya mengoceh tanpa henti, bahkan dia tak mengatakan terimakasih untuk perlakuan ku tadi. Tanpa pernecanaan ku ajak dia makan malam, dan seperti yang ku duga langit pasti menolak, dan seperti yang sudah ku rencanakan juga, aku sudah mempunyai alamat lengkap rumahnya dari teman-teman nya yang kemarin sudah ku sogok dengan nomor ponsel yuda, tak sedikit wanita dikampus ini yang tergila-gila dengan yuda.

Aku sudah mempersiapkan segalanya, jam berapa aku akan kerumahnya, restoran mana yang akan kami jadikan tempat makan malam untuk yang pertama kalinya, dan satu meja yang tempatnya sangat strategis untuk kami saling berbagi cerita.
Sesampai dirumah langit, ku lihat wajahnya yang seperti tak percaya melihatku malam ini. Dengan sombongnya dia katakan “loh ngapain lo jam 7 malem nongkrong depan rumah gue?” wajahnya benar-benar menggemaskan ketika sedang marah seperti itu. Ku paksa langit untuk menerima ajakan ku untuk makan malam, dengan berbagai cara, meskipun dengan berteriak memanggil kedua orang tuanya. Haha sungguh usaha yang bodoh untuk orang yang sedang jatuh cinta.

Saat aku memarkirkan mobil, ku lihat lagi wajah langit yang terkejut lagi melihat restoran yang ku pilih tak sesuai dengan penampilanya malam ini, dan terlihat terkejut lagi saat ku katakan pada pelayan meja yang sudah dipesan atas nama ku, dan untuk yang terakhir ku lihat lagi wajah langit terkejut tau ada satu ikat bunga mawar merah yang sudah ku pesan pada pelayan. Aku cukup senang melihat wajahnya yang terkejut beberapa kali untuk malam ini.
Kami saling berbagi cerita, ku ceritakan tentang diriku padanya, dan ku jawab pertanyaan-pertanyaan yang dia tanyakan tak hentinya. Tapi saat ku tanya mengapa hanya denganku dia berbicara dengan panggilan gue-elo, dia terdiam sejenak, lalu menjawab bahwa dia hanya membaur denga gaya bicara asal kota ku. Padahal aku berharap panggilan aku-kamu disetiap kami bicara, lagi pula aku kan anak jurusan sastra. Kosa kata yang tak biasa.

***

Setelah malam itu, aku sering menhampiri langit dan bertemu denganya. Kami bisa saling bicara, saling membagi tawa kecuali cinta. Setiap hari tak bosan ku paksa dia untuk memanggil ku dengan sebutan “kamu” tapi setiap hari juga langit menolaknya. Pernah ku suruh dia untuk memanggil namaku saja, tapi setelah ku katakan itu langit merubah raut wajahnya seperti kesedihan yang sangat mendalam, suatu rasa kehilangan yang tak bisa digambarakan. Aku adalah orang yang sering membaca blog nya, ku ikuti tahap tiap tahap tulisanya, sampai aku mengerti dan menyadari bahwa ternyata namaku sama dengan nama pria yang dulu dia cintai. Blog nya selalu terisi dengan nama “Angga” siapapun dia, langit pasti merindukanya dan selalu tak percaya pada kabar kematinya. Ya, itu sudah jelas terasa saat ku baca salah satu tulisanya.

Aku tak pernah henti untuk mendapatkan hatinya, setiap hari ku kejar kemanapun dia menghindar. Tak pernah ku permasalahkan jika wajahku terkadang membiru atau memar karena terlalu sering dia tampar. Berhari-hari, berbulan-bulan kami bersama dan aku semakin tak tahan untuk  mengatakan yang sebenarnya.  Pernah satu kali ku tanya apa dia peduli padaku atau tidak, tapi yang kudapat hanya teriakan yang seperti biasanya. Tapi saat ku tanya apa dia menyayangiku atau tidak, tak ada teriakan yang terdengar, hanya keheningan. Aku bingung harus seperti apa aku mengadili semua rasa yang tertumpuk dalam benakku.

Ku pilih tempat dengan jus mangga dan bakso yang biasa ku santap dikantin ini. Tiba-tiba ku lihat punggung wanita yang  tak sing untukku

“Sinta!” teriakku

Wanita itu menoleh “Rangga Prasetya woy! Apa kabar lo dek? kangen gue sama lo” sinta memelukku

“apalagi gue” aku memelukkunya dengan erat

Sinta adalah kaka tingkatku, dia dua semester diatasku, dan dia juga yang selalu membantuku dalam tugas yang tak ku mengerti saat aku baru masuk ke kampus ini. Dia sudah seperti kaka untukku.

“lagi apa lo disini ka?” ku mulai pembicaraan

“kangen gue sama kampus. Ngurusuin bahan buat tugas akhir jadi jauh sama kampus”

“gaya lo so sibuk dah ka”

Kami berdua tertawa

“gimana lo? Udah nemu pacar belom? “

“pacar? Belom ka. Tapi calon ada lah ka!”

“gaya lo so ganteng dah, terus kapan rencana lo nembak dia?”

“sekarang.”

“so? Masih ngapain lo disini? Pergi sana temuin dia”

“ah lo mah dari dulu paling bisa cari solusi. Doain gue ya!” ku peluk lagi tubuhnya sambil tertawa dan berlari ke tempat yang seharusnya ku datangi dari tadi

“semangat dek!” ku lihat sinta sedang melambaikan tanganya padaku

Aku berlari mencari wajah langit, ku lihat dia sedang beregeas kearah gerbang keluar. Ku panggil namanya beberapa kali tapi dia tak berhenti.

“langit!” ku genggam tanganya agar tak meninggalkan aku begitu saja seperti yang sudah-sudah

“kenapa lo?” wajahnya terlihat berantakan

Aku tersenyum lebar, tak bisa ku tahan rasa yang menggebu ini, dada ku berdebar kencang, bibir ku komat-kamit seperti yang sedang membacakan mantar sihir. Ku tarik nafasku dan saat akan ku katakan tiba-tiba langit pergi begitu saja, melepaskan genggamanku dan berlari tanpa menoleh kearahku. Hatiku rapuh

***

Langit menghilang, tak ada kabar, tak membalas semua pesan yang ku kirim padanya, tak mengangkat telepon ku, jika aku harus pergi kerumahnya, aku tak berani. Aku memang payah

Sudah satu minggu lebih aku tak bertemu denganya, aku masih tak mengerti apa yang terjadi padanya. Setiap hari ku datangi ruang kelasnya, dan selalu tak terlihat batang hidungnya. Sampai pada siang itu aku melihat wajahnya muncul lagi. Ku hampiri dia dan bertanya kemana saja dia belakangan ini, dan yang ku dapat hanya hindaran, langit menhindariku

“Lo lagi lo lagi. Bosen gue liatnya!”
Kalimat pertama yang kudengar dari mulutnya. Kami bertengkar hebat, aku terpancing emosi dan ku paksa dia untuk memanggilku dengan sebutan; kamu

“gak mau, Rangga Prasetya” langit berteriak

Untuk pertama kalinya ku dengar dia memanggil namaku. Entah apa yang terjadi padanya dan pada kami berdua.

“lang, kenapa lo jauhin gue?”

“wanita itu… dikantin dekat gedung sastra.” Suaranya terdengar samar

“wanita? Wanita apa sih lang?”

“lupakan!”

Aku terdiam, mencoba mengingat dan yang ku ingat bahwa aku hanya bertemu dengan sinta dan itupun membicaraknya “tapi lang…”

“cukup rangga! Aku tak ingin melihatmu lagi”

“kamu tak pernah tau lang” aku tertunduk lemah dan mencoba menerima bahwa langit tak pernah mau mendengar penjelaskanku. Dan pada akhirnya, aku tak pernah menyatakan cintaku pada langit.

Tanpa tersadar, langit membuatku menangis.