Senin, 13 April 2015

Give Away Jatuh Cinta Diam-diam: Wait quietly not see



Nama nya adalah Angga. Pria yang sering ku lihat sedang duduk dengan pandangan yang tenang, seakan hanya ada dia disana seorang. Setiap kali aku berangkat ke sekolah, ku lihat senyum nya yang indah, bahkan lebih indah dari tempat nya terdiam; sebuah taman.

Hari berlalu dan semakin cepat sampai tak terasa ini sudah 1 tahun lama nya aku hanya melihatnya dari kejauhan. Pernah satu waktu aku menghampirinya perlahan, sebenarnya aku ingin mengatakan sesuatu hal. Tapi belum ku ucapkan, dia seolah sudah tahu bahwa ada seseorang yang sedang duduk disampingnya. Ia memandangku dan tersenyum, ada yang salah dengan kejadian itu menurutku. Jantung ku terasa berdegup semakin pelan, semakin lama berada didekatnya, aroma tubuh nya semakin jelas membuatku tersadar bahwa cinta diam-diam ini sudah tak bisa lagi ku tahan.

Dengan cepat aku pergi meninggalkan dia yang masih duduk di taman. Seperjalanan menuju sekolah pikiran ku terganggu oleh banyak nya ingatan tahun-tahun yang memilukan. Ditambah pria itu lah yang menjadi tokoh utama dari setiap adegan yang memutar dikepala ini. Semakin lama, rasanya aku tak ingin lebih jauh darinya. Semakin sering aku melihatnya, semakin bertambah pula rasa takut akan tak lagi bisa melihat nya duduk ditaman seperti biasa.

Sudah menghabiskan waktu tahun-an aku melihatnya dari kejauhan. Semakin ku tahan, langkah kaki ini malah mendekatkan. Setiap pagi sebelum berangkat sekolah, aku selalu menyempatkan untuk menemui nya dan menemani nya duduk di taman yang sama. Aku memperhatikanya dengan seksama, begitu pahatan jari jemari Tuhan yang sempurna. Mata bengkak nya seakan memperlihatkan bahwa dia sudah tak bisa menunggu kesendirian itu lebih lama, dan warna merah kebiruan yang tak saja hilang dari setiap sudut wajah nya membuat ku ingin menangis dan memeluk nya tanpa henti. Cahaya yang harusnya terpancar di wajah nya perlahan meredup. Dan itu semua membuat hati ku pilu.

Ingin sekali ku katakan bahwa aku selalu ada didekatnya selama ini, tapi ku rasa itu semua tak ada arti. Karena mungkin baginya aku hanyalah gadis menyebalkan yang tak penting. Setiap aku datang dan pergi, dia seakan tak mengetahui dan kami pun hanya saling berdiam diri. Hanya sesekali pandangnya nya satu arah dengan wajah ku berada, itu pun karena nama nya dipanggil oleh seorang wanita gemuk yang selalu memakai gaun putih dan perahu kertas terbalik yang berada diatas kepalanya.

Pagi ini hujan turun cukup deras, mama menyuruh papa mengantar aku ke sekolah. Setelah selesainya menyantap sarapan, kami bertiga pergi untuk mengantar ku ke sekolah. Saat radio mobil papa memutar lagu dari Bon Jovi, kami yang semula saling melempar teka-teki agar bisa tertawa tanpa henti langsung berhenti. Suasana yang tidak membuat ku nyaman karena lagu ini mengingatkan kami pada seseorang. Begitupun dengan keadaan mama yang mulai memperlihatkan matanya yang berkaca-kaca.

Jadi aku meminta untuk mengantarku dulu ke taman rumah sakit yang berada di pertigaan jalan. Aku ingin mempertemukan papa dan mama pada pria yang sering kali kami bicarakan. Tiba-tiba genggaman ku pada mama semakin kencang, tidak lagi ku lihat pria yang duduk ditaman. Aku menjerit dan berlari, menanyakan kemana pergi nya pria yang ku cintai dalam diam selama ini, pria yang tak pernah bisa melihat keberadaan ku selama ini.

*

Pada waktu pagi yang sama, di bangku taman yang sama, aku duduk menunggu pria itu kembali sambil meremas cemas yang berada didalam surat. Dalam pelukan seorang mama dan pangkuan seorang papa, aku mendapatkan rasa kehilangan yang teramat menyakiti; cinta diam-diam ku telah pergi.

Teruntuk,
Gadis menyebalkan yang sangat ku cintai

Terima kasih karena sudah mau sudi menemani ku dalam setahun ini. Tolong jangan anggap bahwa aku tak pernah tahu kamu selalu saja menganggu pagi ku.

Terima kasih karena mau menahan cinta itu dalam diam. Apa jadinya jika saja ku dengar kamu mengatakan bahwa kamu mencintaiku, mungkin aku tak akan pernah bisa menerima kenyataan tak bisa melihatmu dalam pandangan.

Aku tahu kamu menahan perkataan cinta itu karena masih merasa bersalah soal kejadian lalu, kan? Bengkak biru yang tak hilang dari wajahku, kebutaan, dan juga tumor yang ternyata mengedap dalam otak ku. Aku tak menyalahkan mu atas kecelakaan yang menimpaku itu.  Sungguh, menjempumu malam itu adalah kemauan ku. Kamu bisa menanyakan nya langsung pada papa dan mama.

Aku tahu kamu mencintai abang mu ini. Dan abang pun sangat mencintai adik perempuan abang satu-satunya yang cantik ini.

Maaf jika selama ini abang pura-pura tak merasakan kehadiranmu, abang tak bisa menahan pedih ketika tak bisa melihat senyum mu.

                                                                                                Tertanda,
                                                                                                Abang mu.

Minggu, 12 April 2015

Kehilangan




Sayangnya, aku tahu benar soal kehilangan baru belakangan ini.

Dia yang biasa berada dalam sudut kamar tak lagi kulihat selama akhir bulan maret, bahkan sampai awal bulan april sudut kamar itu masih terlihat kosong melompong. Setiap malam biasa aku berdiskusi tentang apa saja denganya berganti menjadi waktu yang terbuang hanya melihat layar ponsel yang tak bergerak. Sebuah kehilangan yang sangat menjengkelkan.

Ya, dia yang ku bicarakan (hanya) sebuah laptop. Sebuah benda mati yang sering ku bawa kesana-kemari. Benda yang sering kali kuajak bicara sampai letih, sampai habis pembicaraan aku masih saja tak bisa berhenti berdialog denganya. Selalu ada saja hal yang bisa kami bicarakan. Mulai dari teman yang menyebalkan, cinta yang perlahan hilang, kedewasaan yang membosankan, hidup yang menganehkan, bahkan semua yang ku rasakan dia lebih paham dibandingkan orang-orang yang berada disekitar.

Denganya, aku bisa leluasa becerita tentang apa saja. Terkadang aku bisa tersenyum bahkan menangis dihadapannya. Aku bisa menceritakan apa saja denganya, tanpa harus takut dikhianati tentang mengadu rasa. Aku bisa bercerita sampai gelap malam berganti, sampai pagi siap untuk menyinari. Seperti itu kebersamaan kami; tak ada batas waktu yang berganti.

Jadi, ketika tahu dia tersakiti. Sebisa mungkin aku melakukan yang terbaik agar tak ada yang harus diganti. Aku tak ingin merelakan apa yang sudah ku miliki selama ini. Ternyata, pernyataan yang menyakitkan dia harus menginap beberapa waktu di tempat yang jauh dari rumah ku.

Selama dia tak ada, aku melakukan hal-hal yang biasa kami lakukan dengan seadanya. Berdialog dengan tatap yang sama, bercerita dengan langit-langit kamar yang tak bisa ku sentuh dengan jemari tangan. Sangat jauh ku gapai, membuatku mengerti akan sebuah kehilangan yang menyakiti.

Kehilangan bukan lagi soal siapa yang pergi dan tetap tinggal, tapi sesuatu yang biasa berada dalam genggaman seketiba hilang. Kehilangan tidak selalu tentang kepergian, tapi kehilangan adalah rasa paling ampun untuk menyadarkan pentingnya sebuah kebersamaan. Kehilangan tidak akan pernah mampu membuat sebuah hati kosong, melainkan kehilangan mengajarkan bahwa mempertahankan haruslah dengan keseriusan dan perjuangan.

Setiap hari aku pergi ke toko itu sambil memandangnya dimainkan oleh orang yang bahkan tak ku kenal, harus meninggalkannya (lagi) beberapa malam membuat ku tak bisa membayangkan apa jadinya jika benar dia tak bisa lagi menemaniku seperti awal. Aku tahu dia hanya benda mati yang bahkan bisa ku ganti, tapi sebuah kebiasaan membuatku nyaman. Dia adalah ketercukupan yang bisa membendung banyak rasa yang ku tulis dalam banyaknya aksara kata.

Saat ini, aku sedang bersamanya lagi. Tadi malam ku tunggu dia sedang diperbaiki sampai bagus kembali. Akhirnya aku bisa melihatnya berada disudut kamar, dan kali ini untuk yang pertama kalinya aku menuliskan sesuatu untuknya.

Dia; benda mati, bisa mengajariku soal kehilangan yang membuatku tersadar pentingnya mempertahankan apa yang ku yakinkan dengan benar.