Kamis, 14 Mei 2015

#4TahunWB: Surat Cinta

Kepada siapapun yang membaca surat cinta ku ini,
Pertama, aku ingin mengucapkan selamat atas semua ide yang kamu ciptakan hingga membuat orang-orang yang belum pandai merangkai kata seperti ku akhirnya memiliki keinginan untuk membagi setiap kata didalam tulisan, bahkan dengan siapapun yang belum ku kenal. Karena mu, sekarang aku memiliki banyak teman yang satu jalan pikiran dan kesamaan mencintai sebuah tulisan.

Kepada siapapun dibalik warung blogger ini,
Aku ingin mengucapkan terima kasih. Entah mengapa, baru sebentar saja kita berkenalan, aku sudah merasa paling diuntungkan dan disayang. Bagaimana tidak? Tulisan ku selalu kamu sebar luaskan disaat aku malah tak pernah percaya diri akan semua tulisan yang ku buat dengan ketulusan, yang ku keluarkan begitu saja dari dalam pikiran.

Kamu adalah sesuatu yang membuat aku semakin mencintai apa yang ku lakukan saat ini. Menulis kan apa saja yang aku pikirkan, masa bodoh dengan semua perkataan orang yang menyinggungkan perasaan. Kau tahu? Dulu, aku selalu dinyatakan sebaga wanita yang menyedihkan. Kau tahu kenapa? Hanya karena aku sering menuliskan puisi yang puitis.

Kamu adalah sesuatu yang membuat aku semakin percaya bahwa aku mampu berkarya. Karena mu, sekarang aku telah memiliki banyak hal yang bisa ku buktikan bahwa aku mampu mengembangkan apa yang ku miliki, pada semua orang yang sering mengatakan bahwa aku tak pernah bahagia hanya karena tulisan ku selalu berakhir dengan rintik tangis.

Kepada siapapun kamu,
Lagi-lagi aku mengucapkan terima kasih dan selamat atas semua bahagia yang sedang kita sama-sama rasa.


                                                                                                                 Dari,
                                                                                                                 Aku.




Sabtu, 09 Mei 2015

Catatan Kusam


Kopi ku sudah tak lagi panas, tapi manis nya masih terasa sama, tak ada yang berubah. Aku masih bisa merasakan gula-gula yang tertinggal didasar cangkirnya. Sama halnya dengan saat aku bertemu lagi dengan pria yang ku cintai dimasa sekolah putih abu dulu. Jika aku tak salah hitung, 5 tahun sudah ku lewati tanpa pernah satu kali saja ingatan itu terlintas dalam pikiran.

Jika ada pertanyaan mengapa aku bisa sebegitunya melupakan potongan ingatan kenangan itu, sepertinya kalian yang membaca tulisan ku ini sudah tau persis pilihan rasa cinta yang mana yang sedang ku ceritakan. Ya kan? Masa putih abu yang memiliki banyak pilihan rasa bahagia dan kecewa, masa dimana semua hanya tentang cinta. Tapi sayang nya, aku malah merasakan cinta yang semua orang tak pernah ingin memiliki nya. Ya, cinta dalam diam. Menyedihkan bukan?

Tunggu sebentar… Biar ku sempurnakan potongan-potongan kenangan itu dalam pikiran.

Pagi itu adalah pagi yang tak biasa. Mungkin karena daun-daun pepohon masih basah karena hujan semalaman, juga langit yang masih kelabu dan menghalangi matahari untuk menyinari semangat test lisan di awal pelajaran nanti. Kami semua disuruh menunggu di luar kelas, dan akan masuk menururt urutan absen yang disertakan dengan nama kita diakhir panggilan. Nama ku diawali dengan huruf A, dan urutan absen ku berada paling atas. Tapi dengan tak terduganya, guru mata pelajaran ilmu sosial ini memulai dari urutan paling bawah. Membuat ku harus menunggu sedikit lama. Bukan nya aku sombong agar dipanggil lebih dulu, tapi karena aku takut materi hapalan ku akan ku lupakan.

Sambil meramas buku hapalan yang mulai rusak, perhatian ku teralihkan oleh beberapa kakak kelas yang sedang duduk tepat didepan kelas ku. Mata ku tertuju pada setiap pria yang sedang tertawa canda gurau disana. Semua wajah yang sering ku lihat karena kelas kami bersebrangan, tapi mata ku menangkap satu tubuh yang asing menurutku, dia membelakangi ku. Wajah nya tak bisa ku lihat dengan jelas. Dan saat giliran ku dipanggil oleh guru, dengan langkah perlahan aku melihat senyum itu yang melebar. Tiba-tiba aku sudah tak lagi jadi pelupa ketika mengingat wajah nya.

Dan tolong, jangan kalian anggap aku tak melakuan apa-apa.

Aku mencari tahu tentang senyum yang mampu membuyarkan semua materi hapalan ku. Dia harus bertanggung jawab atas nilai kosong ku. Aku mendapatkan nomor telepon nya. Kami sempat saling dekat meski hanya melalui pesan singkat, meskipun pembicaraan kami tak ada yang benar karena sikap kami yang sama-sama acuh dan cuek. Itu tak menghalangi niat ku untuk terus mendekatinya. Sampai pada titik dimana aku merasa bahwa aku dan dia tak cocok. Pembicaraan kami mulai tak sejalan, perbedaan pendapat yang jauh berbeda memutuskan aku untuk berhenti mendekatinya. Tapi belum aku membulatkan niat ku, aku melihat dia memboncengi teman wanita nya. Dan setelah aku mencari tahu ternyata itu hanyalah teman satu kelas nya, juga teman dari kekasih nya.

Apa yang bisa ku lakukan dari seorang pengaggum saja. Aku sudah mencoba untuk melupakan nya, membuang semua ingatan tentang nya. Dan pedih nya, bersamaan dengan pilihan itu, aku lebih sering melihat nya di kantin sekolah. Ditambah senyum nya yang tak bisa ku lupakan itu.

Waktu berlalu, tahun pun berganti, musim hujan menjadi kemarau. Dia sudah lulus, sedangkan aku masih harus menyelesaikan 2 tahun lagi di masa putih abu ini. Aku ingat, aku pernah berdoa agar dia selalu bahagia dan baik-baik saja dimana pun dia berada. Dan setelah  itu, aku memilih untuk tak lagi mengingat nya. Senyum itu cukup menjadi bagian dari cinta diam-diam dimasa sekolah ku dulu.

*

Apa kalian pernah merasakan cinta semacam ini? Apa yang terjadi pada akhir kisah nya? Ehh, tunggu sebentar. Apa kalian anggap kisah cinta diam-diam ku sudah selesai? Itu baru cerita awal.

Pagi ini adalah pagi yang berbeda. Mungkin karena pagi ini sudah tak lagi harus memakai seragam putih hitam untuk masa orientasi masuk ke universitas tinggi. Dikala semua teman-teman ku memilih universitas yang berada jauh di luar kota sana, aku malah harus lagi membuat banyak cerita baru di kota yang masih sama.

Aku sedang menikmati suasana kelas ku yang baru, hanya ada satu bangku yang sudah ditempelkan meja kecil berawarna putih kusam. Semuanya terasa berbeda. Kecuali satu hal, mata ku tak kuasa memperhatikan satu pria yang sedang berdiri dengan wajah cemas tepat didepan kelas ku.

Wajah cemas tanpa senyum yang pernah ku lihat dulu. Sungguh, aku tak tahu bahwa dia adalah mahasiswa di univeritasi tinggi yang ku tempati sekarang ini.

Aku tak bergitu ingin lebih lama memperhatikan gerak gerik nya atau bahkan senyum nya seperti dulu. Aku rasa semua telah berbeda mulai sekarang. Aku tak mau lagi meneruskan nya.

Aku mengabaikanya.

*

Lagi-lagi tanpa ku sadari, waktu berjalan lebih cepat lagi. Tak terasa aku sudah memasuki semester 4 yang memiliki jadwal yang padat. Hari-hari ku masih sama dan tak ada yang berubah, apalagi terasa istimewa.

Mungkin sampai aku mendapatkan undangan pertemanan baru dalam aplikasi Blackberry Mesangger ku. Ada nama yang tak asing buat ku. Aku mulai tak tahan menahan rasa penasaran seperti awal kisah ini dimulai.

“Hi ka, ada apa nih? Tumben”

“Hi. Loh kamu kenal aku?”

“Ya, memang kenapa? Dapet pin ku dari mana?”

“Loh ko bisa kenal sih? Dari temen sih habis nyolong pin temen cewek nya. Hehe biasalah cowok.”

“Ya lah aku kenal. kamu itu kan kakak kelas ku waktu SMA dulu. Oh begitu.”

“Oh ya? Tapi ko kamu kenal aku?”

“Hehe tau aja sih ka.”

“Enggak maksudnya tuh ko kamu kenal aku dari begitu banyak nya kaka kelas yang lain.”

Hahaha. Dia lupa pada ku. Dan aku tak ingin membahasnya, aku tak ingin membangun rasa yang sudah tertidur lama. Chatting-an ku semakin hari bertambah dekat, aku rasa ada yang tak wajar dengan nya. Dia; kakak kelas yang ku dekati hampir 1 tahun itu sedang mencoba mendekati ku. Menanyakan dimana tempat tinggal ku, mengajak ku untuk makan malam. Sampai pada akhirnya dia meminta ku untuk menjadi kekasih nya.

Kalian tahu apa yang ku lakukan?

Aku tak menerima nya.

Karena, mungkin cinta pada masa putih abu ku itu seperti kopi yang sudah tak lagi panas, tapi manis nya masih terasa sama, tak ada yang berubah. Ini adalah waktu yang sudah berganti, tahun yang berbeda, masa yang tak lagi sama. Mungkin memang benar, dia adalah pria yang ku cintai dan ku coba dekati. Tapi itu dulu, dan sekarang sudah tak lagi. Meskipun aku masih mencintai senyum itu karena rasa dulu tak pernah ku dapatkan, tapi kopi yang tak lagi panas itu akan jauh berbeda dengan rasa yang sesungguhnya tercipta, meskipun kopi itu masih terasa sama.

Dan mungkin terkadang, cinta diam-diam tak selalu harus diutarakan.