Ponsel
ku bordering…
“Hallo…”
jawab ku.
“Ada
yang mau aku omongin sama kamu.”
Aku
membisu, ku tahu ada yang salah dari ini semua
“Aku
mencintai mu, bagaimana jika aku ingin membahagiakan mu?”
“kamu
serius? Ahh, terima kasih sinta.”
Telepon
terputus.
Beberapa
pemikiran ku sedikit membeku. Dalam semenit jalan otak ku buntu.
Satu
pesan masuk ke dalam ponsel ku.
“Aku sudah mengikuti apa yang kau
pinta dari ku. Sudah cukup kah itu buat mu? Sudah bahagia kah kamu mendengar
semua itu? Aku tak ingin lagi melihatmu.”
Tiba-tiba
perasaan ku mati rasa. Bergetar seperti yang kehabisan baterai. Rasa yang
seharusnya bahagia berubah menjadi tak ingin apa-apa.
*
“Andra,
tunggu sebentar!” teriak ku setelah melihat setengah dari wajah pria yang ku
cari selama dua hari belakangan ini
Wajah
itu hanya memandang ke arah ku tanpa bicara, rasanya menyakitkan.
“Kamu
kemana aja sih?” tanyaku langsung
“Sorry,
aku kan sibuk jalan sama pacar ku. Apa kamu lupa sekarang ini aku sudah punya
kekasih baru?”
Aku
hanya diam, sama sekali tak ingin menjawab pembicaraan yang satu ini.
“Kamu
bahagia tidak aku sudah punya kekasih baru? Bukanya ini permintaan mu kan? Iya
kan?”
“Hmm,
iya. Selamat ya.”
“Terima
kasih.”
“Andra
tunggu…” ku tarik tangan kanan nya sebelum dia pergi meninggalkan ku sendiri di
taman kampus yang seramai ini.
“Apa
lagi?”
“Tempo
hari, kamu telepon aku cuma untuk mendengarkan pernyataan cinta mu untuk
sinta?”
“Ya,
aku ingin kamu ikut menyaksikan hari bahagia ku bersama teman mu juga. Aku tahu
kamu dan sinta sangat dekat, maka dari itu aku ingin serta membahagiakan teman
dari kekasih ku. Apa aku salah?”
“Hmm,
enggak ko. Hehe aku titip salam ya untuk sinta.”
“Oke.
Nanti ku sampaikan”
Andra,
sahabat pria ku yang dulu sering menghabiskan waktu nya dengan ku kini menjadi
pria yang sepertinya tak ingin lagi berada disamping ku. Bahkan untuk
membicarakan hal-hal yang tak penting.
*
Lima
hari berlalu, aku mulai merasakan ada yang tak beres dengan diri ku. Hati ku
terasa linu disaat yang bersamaan saat ku dengar bahwa andra dan sinta selalu
bersama.
Hari
ini juga ku dengar sinta mencari ku di kampus, mungkin dia ingin menceritakan
betapa bahagia nya akhirnya dia bisa mendapatkan pria yang dia inginkan.
Ponsel
ku bordering…
“Hallo?”
terdengar jelas suara yang tak asing lagi untuk ku.
“Ya
sin, ada apa?”
“Loh
ko suara mu lemas gitu?”
“Aku
baru bangun tidur nih.”
“Yaampun,
sejak kapan kamu doyan tidur siang sih?”
“Hahaha,
ada apa nih tumben.”
“Nggak
ada apa-apa sih, aku Cuma mau tanya. Kenapa belakangan ini aku jarang melihat
mu di kampus? Sakit kah?”
“Hmm,
enggak ko sin. Aku nggak sakit.” Ku elus-elus dada ku perlahan
“Serius
kamu nggak apa-apa?”
“Iya
aku nggak apa-apa.” Suara ku melemah
“Syukurlah
kalau begitu.”
Telepon
terputus.
Aku
sangat yakin sinta sangat bahagia belakangan ini. Ya, tak lain pasti karena dia
bahagia bisa bersama dengan Andra. Pria yang sering dia bicarakan pada ku.
*
Satu
minggu berlalu. Rasanya benar-benar mengerikan mengasingkan diri dari kampus
dan jalanan. Malam ini aku memutuskan untuk pergi ke kedai kopi biasa aku
menghabiskan semua keluh kesah seharian sendirian.
Dengan
suasana yang setenang ini, satu cangkir kopi di meja kedai ini benar-benar
membuat ku rindu akan sosok Andra. “Apa kabar dia sekarang? Sudah lama aku tak
melihat wajah konyol nya.” Bisikku dalam hati
“Senja!
Aku merindukan mu.”
Dengan
cepat ku balikan pandangan ku pada asal suara itu. “An..dra?” suara ku
malu-malu untuk bicara dan tak percaya
“Bagaimana
kamu tahu aku disini?” tanyaku masih tak percaya bisa bertemu dengan Andra
disini
“Aku
melihat sepeda motor mu.”
“Hahaha,
masih saja kamu tak bisa membohongi ku. Ayo mengaku! Tahu dari mana aku
disini?” Tanya ku lagi dengan sedikit nada tinggi
“Hahaha,
masih saja aku ketahuan.”
“Hahaha.”
“Aku
tahu dari sinta.”
Tiba-tiba
aku berhenti tertawa. “Lalu sinta nya mana?”
“Dirumah
nya.” Jawabnya santai sambil meminum habis kopi ku yang sebenarnya masih terasa
panas
“Bagaimana
bisa sinta membiarkan kekasih nya menghampiri teman wanita nya seorang diri?”
“Hahaha,
sinta itu bukan kekasih ku.”
“Hah?
Maksudmu?” aku tak habis pikir mengapa andra tak menganggap sinta sebagai
kekasih nya
“Ya,
aku dan sinta tak ada apa-apa.”
“Secepat
itu? Hanya satu minggu?”
“Hahaha,
bahkan kamu bisa tahu seberapa banyak waktu yang kamu buat menderita karena
ulah mu.”
Aku
terdiam.
Andra
memandang ku. Tubuh nya berada tepat didepan ku, dan mata nya yang kecoklatan
itu seakan sedang membiarkan aku untuk tetap diam menikmati setiap sudut dari
wajah nya. “Mengapa kamu harus melakukan ini?”
“Hmm,
ndra… aku hanya ingin sahabat ku mendapatkan apa yang dia inginkan. Termasuk
cinta.”
“Maksudmu,
sinta?”
“Ya.”
“Lalu
bagaimana dengan apa yang kamu inginkan?”
“Urusan
ku belakangan.”
“Aku
sama sekali tak mengerti. Mengapa wanita selalu menyimpulkan apa yang mereka
pikirkan? Apa salah nya dibicarakan?”
“Maksud
mu?”
“Kode
dan peka itu. Aku muak!”
“Andra,
aku tak mengerti.”
“Bisa
kah dari banyak nya wanita yang hanya mengandalkan kode dan peka, kamu bisa
menjadi wanita yang apa adanya?”
“Ndra…”
“Sekarang
aku tanya. Dari mana kamu bisa berfikir bahwa sinta mencintai ku?”
“Dia
sering membicarakan mu pada ku.”
“Apa
kamu menanyakan nya pada sinta?”
“Tidak.”
“Lalu
dari mana kamu yakin sinta mencintai ku?”
“Aku
hanya merasakanya. Aku itu wanita, sama seperti sinta. Jadi tanpa sinta bicara
pun, aku tahu dia mencintai mu”
“Lalu
kamu? Apa kamu mecintai ku?”
Aku
terdiam untuk kesekian kalinya… “Apa sih kamu ini!”
“Lagi-lagi
aku tak mengerti pada mu! Pada wanita yang menganggap bahwa apa yang dia
lakukan itu benar, padahal dia sama sekali tak tahu apa yang dirasakan nya.”
“Kamu
datang kesini hanya untuk menyalahkan ku?”
Andra
beranjak dari kursi nya dan menghampiri ku. Tubuh nya sedikit membungkuk dan
wajah nya berada sangat dekat dengan wajah ku.
“Apa
kamu pernah bertanya pada ku, apa aku mencintai sinta atau tidak?”
“Apa
kamu pernah bertanya pada sinta, dia mencintai ku atau tidak?”
“Apa
kamu pernah bertanya pada ku, apa aku ingin menjadi pacar nya atau tidak?”
“Apa
kamu pernah bertanya pada sinta, dia ingin menjadi pacar ku atau tidak?”
“Hentikan!”
ku dorong tubuh nya agar menjauh
“Kopi
mu itu terasa hambar! Sama dengan perasaan ku terhadap mu sekarang. Sama dengan
satu minggu ini kamu menjauhi ku dan juga sahabat mu itu.”
Untuk
kedua kalinya Andra pergi begitu saja dan meninggalkan ku sendirian.
Semalaman
aku tak bisa terlelap. Pikiran ku terus mengulang kejadian di kedai kopi itu
bersama Andra. Apa yang dia bicarakan membuat ku sulit mengambil nafas panjang.
“Hallo
Sinta…” aku memutuskan untuk menghubungi sahabat ku
“Hallo,
kamu kenapa senja? Ko nangis?”
“Andra
sin.. dia tadi datang ke kedai dan ngomong macam-macam.”
“macam-macam
gimana maksudmu?”
“katanya
dia… bukan kekasih mu. Kenapa dia bisa sejahat itu? Dia tak menganggap mu,
padahal dia tahu aku itu sahabat mu.”
“Andra
memang bukan kekasih ku. Lagi pula, kita nggak pernah menjadi kekasih.”
“Tapi
sin… tempo hari aku dengar sendiri andra menyatakan perasaan itu pada mu.”
suara ku tersedu-sedu karena masih saja tak mengerti
“Oh
ya itu. Katanya andra hanya tak tahan mendengar mu terus menerus menyuruh nya
agar menyatakan perasaan nya pada ku. Bahkan aku juga tak mengerti pada mu.”
“Itu…
aku tahu kamu mencintai andra. Makanya ku suruh dia agar menjadikan mu
kekasihnya.”
“Tapi,
dari mana kamu tahu aku mencintai andra?”
“kamu
sering membicarakan dia.”
“Hahaha,
senja. Aku sering membicarakan dia karena ku lihat kalian sangat dekat. Bahkan
aku bisa menebak bahwa andra itu menyukai mu. Dan kamu pun menyukai nya kan?”
“Itu..
ta..pi sin..”
“Senja,
aku sama sekali tidak memiliki perasaan lebih dari sebagai teman untuk andra.”
“Lalu
selama seminggu ini? Berita yang ku dengar dari anak-naka kampus kalau kalian
selalu jalan bersama?”
“Hahaha,
jadi selama ini kamu memang benar menjauhi ku dan andra? Yaampun.”
Tangis
ku semakin menjadi, ditambah penyesalan yang membuat ku tak bisa bertahan
dengan rasa yang ku tahan selama ini.
“Itu
kerjaan nya andra. Dia menyuruh ku untuk memberi mu waktu. Katanya, biarkan kamu
mengerti dan faham sendiri apa yang kamu rasakan.”
“Sin…”
tangis ku tak bisa ku hentikan.
“Kamu
mencintai nya kan?” tanya sinta pada ku.
*
Satu
pesan singkat masuk ke ponsel ku “Senja,
aku didepan pintu rumah mu”
“Sepagi ini?” tanya ku pada pria yang ku lihat
dari balik pintu rumah
“Aku
hanya ingin memastikan bahwa kamu sudah faham.”
Aku
tersenyum “Tapi kenapa harus satu minggu sih?”
“Biar
senja ku mengerti bahwa aku ingin mencintai nya dengan apa adanya, tanpa adanya
kode dan peka.”
“Ndra..”
aku terkejut dengan kalimat yang keluar dari mulut nya
“Aku
mencintai mu, senja.”
Andra
memeluk ku.
“Aku
juga mencintai mu.” Ku erat kan pelukan ku
“Jadi,
berhentilah menjadi wanita menyebalkan yang selalu menganggap dirinya benar!
Apa yang kamu pikirkan belum tentu sama dengan apa yang orang lain rasakan.”
“Ya!”
ucap ku lantang
“Dan
juga, berhentilah mengandalkan kode dan peka. Tidak semua pria faham dengan itu
itu. Jadilah wanita yang apa adanya dan mau bicara. Ya?”
Ku
kecup pipi kanan nya pertanda bahwa aku faham.