Akhir-akhir ini
semesta selalu menangis, menurunkan sejumlah tetesan yang sama sekali tak bisa
ku hitung sampai sekarang. Ingin bertanya, namun ada yang berbeda… senjaku
terlihat sangat indah. Membayangkan nya lagi sungguh membuatku ingin kembali,
tapi tidak sepenuhnya melihatnya lagi.
Hanya saja
mulutku enggan berkata yang sebenarnya
Hanya saja luka
membicarakan kepedihanya
Hanya saja hati
menyuarakan rintihan pada kepergian
Akulah lelah,
akulah gundah
Akulah pedih,
dan akulah sedih
Aku beranjak
selamatkan hati meski mengutuk diri; mengembalikan semua perasaan seperti
semula. Yang selalu mengatas segalakan sesuatu nya hanya untukmu.
Setelah kamu
memutuskan untuk pergi meninggalkan aku bereserta semua masa ketika aku dan
kamu sama-sama merangkai kata dengan keadaan melihat senja. Kita menikmati
suasana indah nya senja, tak ada pembicaraan yang menarik selain mimpi yang
kita bangun bersama ditemani senja. Kamu ingat?
Semuanya
menyukai senja. Begitupun ketika aku menyamakan kamu dengan senja indah yang
menghilirkan segala kenangan, memberatkan pengharapan terjauh dari segala
kepedihan.
Aku memilih
menahan mu tetap diam disisiku meskipun senja akan berubah menjadi gelap gulita
yang indah.
Kamu masih
terlihat tak suka, tapi bagaimanapun aku tau kamu suka melihat ku selalu
terbuai oleh senja. Kamu cemburu pada senjaku, sedangkan aku cemburu pada
hidupmu yang terlihat seperti tak pernah sekalipun memperdulikanku. Betapa
dengan susah payah nya aku menahan pedih bersama senja.
Aku dan kamu,
juga senja pernah ada diatas perjanjian cinta yang hanya semesta menjadi
saksinya. Aku dan kamu, juga senja pernah sama-sama terbuai oleh keindahan
mimpi dan pengharapan satu sama lain di dalam hati. Aku dan kamu, juga senja
pernah berbarengan menahan sendu-sendu tangis yang akhirnya mempertemukan
semuanya dengan tangisan dalam penuh kekecewaan.
Karena senja
selalu menawarkan cerita beserta kenanganya, dan kenapa kamu membuat luka di
balik senja juga?
Senja terindah,
senja terluka. Berlalu mengantar malam bersama temaram, dimana kesepian
menyelimuti semestaku.
Senja itu tak
kembali, senja sesaat dan melukai, menyisakan ceritanya.
Dan aku akan
menjadi malam, menutup semua senja kenangan dan senja yang menyakitkan.
Dan aku akan
menjadi pagi, mengawali harapan baru saat embum mencintai dedaunan.
Dan aku akan
menjadi siang, saat semua terlupakan pada gelak tawa kiasan pelipur lara.
Namun senja
tetap senja, dia tetap saja kembali mengemas kenangan disetiap hadirnya
Dulu… egoisku
memaksamu untuk menyaksikan senja bersamaku.
Kamu membuang
senyum manis itu. Padahal senja yang sempurna adalah ketika kamu benar-benar
tersenyum dan itu kearahku.
Kamu membuatku
sadar, senja memang tak selalu jingga. Dan kamu membuatku mengerti, kepalsuan
senyuman adalah warna terkelam yang pernah aku liat meski dengan kasat mata.
Ku fikir,ketika
senja memutuskan untuk berubah menjadi malam, sosok terang dalam kegepalan ku
pun menghilang.
Kali ini aku
benar-benar menyaksikan senja seorang diri, tanpa kamu yang dulunya menjadi
sandaran agar pandanganku tak terlalu kearah atas. Aku tetap ingin berada dalam
penjagaan jari-jemarimu, sayang.
Singgahku
tentang senja tetap saja membuatku perih bila tanpamu…
Benakku menatap
senja tetap saja berangan tentang hadirmu…
Namun kamu telah
temukan tempat menatap senja yang lebih indah bersamanya, lantas disenja
manakah kita bisa bertemu kembali?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar