Semakin tumbuh dewasa, semakin banyak hal yang ku syukuri.
Salah
satunya adalah aku tak lagi harus mencari. Aku tak perlu lagi mengelilingi bumi
dan menyebrangi ribuan bahkan jutaan waktu hanya untuk bertemu dengan pria yang
ku impikan sejak dulu, yang bisa setiap hari menghabiskan waktu bersama ku,
yang mengerti apa kemauan ku tanpa harus ku beri tahu, yang sedia mau membantu
ku kapan pun aku butuh, yang bisa memberikan makan malam romantis setiap sabtu
malam, yang sempurna yang bisa ku pamerkan pada teman-teman.
Sampai
suatu hari, aku yakin hatiku mengatakan sesuatu; “dialah pria yang ingin kunikahi!” kemudian aku tersenyum. Ternyata
semakin tumbuh dewasa, semakin banyak hal yang membuat ku faham. Aku tak lagi
menginginkan pria yang ku impi-impikan, aku hanya butuh pria yang mampu
bertahan meskipun aku berhasil membuat amarahnya memuncak hebat, aku hanya
butuh pria yang bisa menyempatkan waktunya untuk ku ditengah kesibukan
pekerjaanya, aku hanya butuh pria yang selalu berusaha membuat ku bahagia
meskipun dengan caranya yang sederhana.
Kemudian
aku merasa tak ada lagi hal yang perlu ku cemaskan, seperti takut pria ini menghilang
meskipun aku membuatnya jengkel berulang-ulang, yang dihadapannya aku bisa
menangis dan marah bahkan menyalahkan segala masalah padanya, yang dengannya
aku bisa bicara apa saja sampai mengadu keluh kesah atau menceritakan beberapa
hal yang sebenarnya tak terlalu penting untuk ku utarakan, seperti misalnya aku
tak bisa tidur semalaman hanya karena mata ku gatal.
Lalu
aku sadar, semakin tumbuh dewasa, semakin aku yakin bahwa aku tak lagi
menginginkan pria yang ku impi-impikan, aku hanya perlu bersyukur memiliki pria
yang saat ini ku panggil sayang.