Nama nya adalah Angga. Pria yang sering ku lihat sedang duduk dengan pandangan yang
tenang, seakan hanya ada dia disana seorang. Setiap kali aku berangkat ke
sekolah, ku lihat senyum nya yang indah, bahkan lebih indah dari tempat nya
terdiam; sebuah taman.
Hari
berlalu dan semakin cepat sampai tak terasa ini sudah 1 tahun lama nya aku hanya
melihatnya dari kejauhan. Pernah satu waktu aku menghampirinya perlahan,
sebenarnya aku ingin mengatakan sesuatu hal. Tapi belum ku ucapkan, dia seolah
sudah tahu bahwa ada seseorang yang sedang duduk disampingnya. Ia memandangku
dan tersenyum, ada yang salah dengan kejadian itu menurutku. Jantung ku
terasa berdegup semakin pelan, semakin lama berada didekatnya, aroma tubuh nya
semakin jelas membuatku tersadar bahwa cinta
diam-diam ini sudah tak bisa lagi ku tahan.
Dengan
cepat aku pergi meninggalkan dia yang masih duduk di taman. Seperjalanan menuju
sekolah pikiran ku terganggu oleh banyak nya ingatan tahun-tahun yang memilukan. Ditambah pria itu lah yang menjadi tokoh utama dari setiap adegan yang
memutar dikepala ini. Semakin lama, rasanya aku tak ingin lebih jauh darinya.
Semakin sering aku melihatnya, semakin bertambah pula rasa takut akan tak lagi
bisa melihat nya duduk ditaman seperti biasa.
Sudah
menghabiskan waktu tahun-an aku melihatnya dari kejauhan. Semakin ku tahan,
langkah kaki ini malah mendekatkan. Setiap pagi sebelum berangkat sekolah, aku
selalu menyempatkan untuk menemui nya dan menemani nya duduk di taman yang
sama. Aku memperhatikanya dengan seksama, begitu pahatan jari jemari Tuhan yang
sempurna. Mata bengkak nya seakan memperlihatkan bahwa dia sudah tak bisa
menunggu kesendirian itu lebih lama, dan warna merah kebiruan yang tak saja
hilang dari setiap sudut wajah nya membuat ku ingin menangis dan memeluk nya tanpa
henti. Cahaya yang harusnya terpancar di wajah nya perlahan meredup. Dan itu
semua membuat hati ku pilu.
Ingin
sekali ku katakan bahwa aku selalu ada didekatnya selama ini, tapi ku rasa itu semua
tak ada arti. Karena mungkin baginya aku hanyalah gadis menyebalkan yang tak penting.
Setiap aku datang dan pergi, dia seakan tak mengetahui dan kami pun hanya
saling berdiam diri. Hanya sesekali pandangnya nya satu arah dengan wajah ku
berada, itu pun karena nama nya dipanggil oleh seorang wanita gemuk yang selalu
memakai gaun putih dan perahu kertas terbalik yang berada diatas kepalanya.
Pagi
ini hujan turun cukup deras, mama menyuruh papa mengantar aku ke sekolah. Setelah
selesainya menyantap sarapan, kami bertiga pergi untuk mengantar ku ke sekolah.
Saat radio mobil papa memutar lagu dari Bon
Jovi, kami yang semula saling melempar teka-teki agar bisa tertawa tanpa
henti langsung berhenti. Suasana yang tidak membuat ku nyaman karena lagu ini
mengingatkan kami pada seseorang. Begitupun dengan keadaan mama yang mulai
memperlihatkan matanya yang berkaca-kaca.
Jadi
aku meminta untuk mengantarku dulu ke taman rumah sakit yang berada di
pertigaan jalan. Aku ingin mempertemukan papa dan mama pada pria yang sering
kali kami bicarakan. Tiba-tiba genggaman ku pada mama semakin kencang, tidak
lagi ku lihat pria yang duduk ditaman. Aku menjerit dan berlari, menanyakan
kemana pergi nya pria yang ku cintai dalam diam selama ini, pria yang tak
pernah bisa melihat keberadaan ku selama ini.
*
Pada
waktu pagi yang sama, di bangku taman yang sama, aku duduk menunggu pria itu
kembali sambil meremas cemas yang berada didalam surat. Dalam pelukan seorang
mama dan pangkuan seorang papa, aku mendapatkan rasa kehilangan yang teramat
menyakiti; cinta diam-diam ku telah
pergi.
Teruntuk,
Gadis menyebalkan yang sangat ku
cintai
Terima kasih karena sudah mau sudi
menemani ku dalam setahun ini. Tolong jangan anggap bahwa aku tak pernah tahu
kamu selalu saja menganggu pagi ku.
Terima kasih karena mau menahan cinta
itu dalam diam. Apa jadinya jika saja ku dengar kamu mengatakan bahwa kamu
mencintaiku, mungkin aku tak akan pernah bisa menerima kenyataan tak bisa
melihatmu dalam pandangan.
Aku tahu kamu menahan perkataan cinta
itu karena masih merasa bersalah soal kejadian lalu, kan? Bengkak biru yang tak
hilang dari wajahku, kebutaan, dan juga tumor yang ternyata mengedap dalam otak
ku. Aku tak menyalahkan mu atas kecelakaan yang menimpaku itu. Sungguh, menjempumu malam itu adalah kemauan
ku. Kamu bisa menanyakan nya langsung pada papa dan mama.
Aku tahu kamu mencintai abang mu ini. Dan
abang pun sangat mencintai adik perempuan abang satu-satunya yang cantik ini.
Maaf jika selama ini abang pura-pura
tak merasakan kehadiranmu, abang tak bisa menahan pedih ketika tak bisa melihat
senyum mu.
Tertanda,
Abang
mu.