Kopi ku sudah tak lagi panas, tapi manis nya masih terasa sama, tak ada yang berubah. Aku masih bisa merasakan gula-gula yang tertinggal didasar cangkirnya. Sama halnya dengan saat aku bertemu lagi dengan pria yang ku cintai dimasa sekolah putih abu dulu. Jika aku tak salah hitung, 5 tahun sudah ku lewati tanpa pernah satu kali saja ingatan itu terlintas dalam pikiran.
Jika
ada pertanyaan mengapa aku bisa sebegitunya melupakan potongan ingatan kenangan
itu, sepertinya kalian yang membaca tulisan ku ini sudah tau persis pilihan
rasa cinta yang mana yang sedang ku ceritakan. Ya kan? Masa putih abu yang
memiliki banyak pilihan rasa bahagia dan kecewa, masa dimana semua hanya
tentang cinta. Tapi sayang nya, aku malah merasakan cinta yang semua orang tak
pernah ingin memiliki nya. Ya, cinta dalam diam. Menyedihkan bukan?
Tunggu
sebentar… Biar ku sempurnakan potongan-potongan kenangan itu dalam pikiran.
Pagi
itu adalah pagi yang tak biasa. Mungkin karena daun-daun pepohon masih basah
karena hujan semalaman, juga langit yang masih kelabu dan menghalangi matahari
untuk menyinari semangat test lisan di awal pelajaran nanti. Kami semua disuruh
menunggu di luar kelas, dan akan masuk menururt urutan absen yang disertakan
dengan nama kita diakhir panggilan. Nama ku diawali dengan huruf A, dan urutan
absen ku berada paling atas. Tapi dengan tak terduganya, guru mata pelajaran ilmu
sosial ini memulai dari urutan paling bawah. Membuat ku harus menunggu sedikit
lama. Bukan nya aku sombong agar dipanggil lebih dulu, tapi karena aku takut
materi hapalan ku akan ku lupakan.
Sambil
meramas buku hapalan yang mulai rusak, perhatian ku teralihkan oleh beberapa
kakak kelas yang sedang duduk tepat didepan kelas ku. Mata ku tertuju pada
setiap pria yang sedang tertawa canda gurau disana. Semua wajah yang sering ku
lihat karena kelas kami bersebrangan, tapi mata ku menangkap satu tubuh yang
asing menurutku, dia membelakangi ku. Wajah nya tak bisa ku lihat dengan jelas.
Dan saat giliran ku dipanggil oleh guru, dengan langkah perlahan aku melihat
senyum itu yang melebar. Tiba-tiba aku sudah tak lagi jadi pelupa ketika
mengingat wajah nya.
Dan
tolong, jangan kalian anggap aku tak melakuan apa-apa.
Aku
mencari tahu tentang senyum yang mampu membuyarkan semua materi hapalan ku. Dia
harus bertanggung jawab atas nilai kosong ku. Aku mendapatkan nomor telepon
nya. Kami sempat saling dekat meski hanya melalui pesan singkat, meskipun
pembicaraan kami tak ada yang benar karena sikap kami yang sama-sama acuh dan cuek. Itu tak menghalangi niat ku untuk terus mendekatinya. Sampai pada
titik dimana aku merasa bahwa aku dan dia tak cocok. Pembicaraan kami mulai tak
sejalan, perbedaan pendapat yang jauh berbeda memutuskan aku untuk berhenti
mendekatinya. Tapi belum aku membulatkan niat ku, aku melihat dia memboncengi
teman wanita nya. Dan setelah aku mencari tahu ternyata itu hanyalah teman satu
kelas nya, juga teman dari kekasih nya.
Apa
yang bisa ku lakukan dari seorang pengaggum saja. Aku sudah mencoba untuk
melupakan nya, membuang semua ingatan tentang nya. Dan pedih nya, bersamaan
dengan pilihan itu, aku lebih sering melihat nya di kantin sekolah. Ditambah
senyum nya yang tak bisa ku lupakan itu.
Waktu
berlalu, tahun pun berganti, musim hujan menjadi kemarau. Dia sudah lulus,
sedangkan aku masih harus menyelesaikan 2 tahun lagi di masa putih abu ini. Aku
ingat, aku pernah berdoa agar dia selalu bahagia dan baik-baik saja dimana pun
dia berada. Dan setelah itu, aku memilih
untuk tak lagi mengingat nya. Senyum itu cukup menjadi bagian dari cinta diam-diam
dimasa sekolah ku dulu.
*
Apa
kalian pernah merasakan cinta semacam ini? Apa yang terjadi pada akhir kisah
nya? Ehh, tunggu sebentar. Apa kalian anggap kisah cinta diam-diam ku sudah
selesai? Itu baru cerita awal.
Pagi
ini adalah pagi yang berbeda. Mungkin karena pagi ini sudah tak lagi harus
memakai seragam putih hitam untuk masa orientasi masuk ke universitas tinggi.
Dikala semua teman-teman ku memilih universitas yang berada jauh di luar kota
sana, aku malah harus lagi membuat banyak cerita baru di kota yang masih sama.
Aku
sedang menikmati suasana kelas ku yang baru, hanya ada satu bangku yang sudah ditempelkan
meja kecil berawarna putih kusam. Semuanya terasa berbeda. Kecuali satu hal,
mata ku tak kuasa memperhatikan satu pria yang sedang berdiri dengan wajah
cemas tepat didepan kelas ku.
Wajah
cemas tanpa senyum yang pernah ku lihat dulu. Sungguh, aku tak tahu bahwa dia adalah
mahasiswa di univeritasi tinggi yang ku tempati sekarang ini.
Aku
tak bergitu ingin lebih lama memperhatikan gerak gerik nya atau bahkan senyum
nya seperti dulu. Aku rasa semua telah berbeda mulai sekarang. Aku tak mau lagi
meneruskan nya.
Aku
mengabaikanya.
*
Lagi-lagi
tanpa ku sadari, waktu berjalan lebih cepat lagi. Tak terasa aku sudah memasuki
semester 4 yang memiliki jadwal yang padat. Hari-hari ku masih sama dan tak ada
yang berubah, apalagi terasa istimewa.
Mungkin
sampai aku mendapatkan undangan pertemanan baru dalam aplikasi Blackberry Mesangger ku. Ada nama yang
tak asing buat ku. Aku mulai tak tahan menahan rasa penasaran seperti awal
kisah ini dimulai.
“Hi
ka, ada apa nih? Tumben”
“Hi.
Loh kamu kenal aku?”
“Ya,
memang kenapa? Dapet pin ku dari mana?”
“Loh
ko bisa kenal sih? Dari temen sih habis nyolong pin temen cewek nya. Hehe
biasalah cowok.”
“Ya
lah aku kenal. kamu itu kan kakak kelas ku waktu SMA dulu. Oh begitu.”
“Oh
ya? Tapi ko kamu kenal aku?”
“Hehe
tau aja sih ka.”
“Enggak
maksudnya tuh ko kamu kenal aku dari begitu banyak nya kaka kelas yang lain.”
Hahaha.
Dia lupa pada ku. Dan aku tak ingin membahasnya, aku tak ingin membangun rasa
yang sudah tertidur lama. Chatting-an
ku semakin hari bertambah dekat, aku rasa ada yang tak wajar dengan nya. Dia;
kakak kelas yang ku dekati hampir 1 tahun itu sedang mencoba mendekati ku.
Menanyakan dimana tempat tinggal ku, mengajak ku untuk makan malam. Sampai pada
akhirnya dia meminta ku untuk menjadi kekasih nya.
Kalian
tahu apa yang ku lakukan?
Aku
tak menerima nya.
Karena,
mungkin cinta pada masa putih abu ku itu seperti kopi yang sudah tak lagi
panas, tapi manis nya masih terasa sama, tak ada yang berubah. Ini adalah waktu
yang sudah berganti, tahun yang berbeda, masa yang tak lagi sama. Mungkin
memang benar, dia adalah pria yang ku cintai dan ku coba dekati. Tapi itu dulu,
dan sekarang sudah tak lagi. Meskipun aku masih mencintai senyum itu karena
rasa dulu tak pernah ku dapatkan, tapi kopi yang tak lagi panas itu akan jauh
berbeda dengan rasa yang sesungguhnya tercipta, meskipun kopi itu masih terasa
sama.
Dan
mungkin terkadang, cinta diam-diam tak selalu harus diutarakan.
wahh...kopi spesial emang meski cangkirnya sudah kosong tapi rasanya selalu tersimpan di hati sampai kapanpun :) Banyak cinta yang tak terungkapkan, namun perasaan itu tak akan pernah menjadi pahit. Salam kenal ya. Moga bisa saling berkunjung :)
BalasHapuswww.cerpen-case.blogspot.com
haha yaaa, salam kenal juga ya :)
Hapus