Ingatkah kisah tentang bintang dan
bulan yang telah kamu baca, teman?
Bagaimana dengan akhirnya? Begitu mengahrukan
bukan karena bintang dan bulan tak bisa bersama? Lalu bagiaman dengan kisah
mereka yang saling sama-sama menghabiskan waktu dalam ketidakbersamaan?
Kufikir, bintang dan bulan selalu sibuk dengan perasaan saling merindukan.
Sore
itu langit sedang mendung. Hujan tiba-tiba turun...
Langit tidak terlihat seperti biasanya,
seperti sedang merasa kesakitan karena ketikaktahuan semesta tentang kisah nya.
Dengan senja yang semakin berubah warna, langit dengan cepat menjadi gelap.
Kemudian tibalah bintang yang terlihat sedang menangis haru karena harus
menahan rindu pada sosok yang dulu. Ya, bulan yang terlihat dari jauh telah
bahagia dengan kisah yang baru. tak lama kemudian tibalah bulan yang sangat
indah, dengan perlahan dia memperlihatkan sosok nya.
Ketika
langit terdiam. Bintang memikirkan tentang semesta yang mereka bilang adalah
“Takdir”.Dulu... ketika bintang memutuskan untuk tidak lagi melihat bulan,
semesta katakan bahwa bintang dan bulan masih bisa saling melihat terang
meskipun tak bersama bukan? Tapi ada yang berbeda kali ini. Sinar bintang
meredup ketika bintang melihat bulan sedang dipancari sinar yang lebih terang
dari sinar bintang. Bulan tak pernah memperhatikan bintang seperti biasanya.
Bintang fikir bulan telah bertemu dengan kisah nya yang baru. kisah yang lebih
terang dibandingkan masa lalu. Bintang menangis haru...
Malam
berganti malam, bintang pun merasa sudah harus memulai kisah dengan terang yang
lebih terang dari kisah nya yang lalu. Karena jika bintang terlalu diam,
bintang akan semakin meredup dan akhirnya langit akan tersalahkan karena
semesta kehilangan satu terang yang dibutuhkan oleh bagian langit yang lainya.
Bintang mulai ingin terlihat dihadapan langit.
Pada
malam yang sama bulan mendatangi langit, memohon untuk bicara pada semesta
dengan seksama. Langit memandang bulan dengan perasaan haru. “haruskah kamu
lakukan itu?” bisik langit pada bulan. Bulan hanya membalasnya dengan senyum
yang sama sekali tak dimengerti oleh langit.
Ke esokan malam nya, bintang terheran-heran
pada langit, sampai pada akhirnya bintang bertanya pada langit “langit, mengapa
malam ini terasa gelap dari biasanya? Kemana pancaran terang yang seperti
biasanya?”. Langit hanya diam, tak menjawab bahkan tersenyum. Tak lama kemudian
hujan turun, bintang semakin tak mengerti mengapa langit berbeda dari biasanya,
terlihat seperti menahan sakit seorang diri. Bintang telah melupakan bulan pada
saat itu. Bintang lupa satu hal, seluas-luas nya langit, langit tetap
membutuhkan bulan untuk menjadi cahaya yang memancarkan terang meskipun pada kenyataan
nya bulan mendapatkan cahaya dari pantulan-pantulan disekitarnya.
Langit
menjadi gelap akhir-akhir ini. Bintang yang semakin tak mengerti mencoba
bertanya lagi “langit, ada apa denganmu?”. Langit bicara dengan nada datar “apa
yang telah kamu lupakan bin?”. Bintang semakin tak mengerti, bintang berfikir
tentang pertanyaan langit yang masih saja tak bisa bintang mengerti. “apa yang
sudah kulupakan?” tanya nya dalam hati. Bintang dan langit sama-sama bertatap
dalam keheningan.
Ini
adalah malam kesekian nya langit tampak gelap. Bintang tak ingin terlihat
bersinar malam ini. Bintang mulai merasa ada yang hilang dalam benak-nya.
Ternyata... bintang merasa telah kehilangan bulan. Bintang bergegeas bertanya
pada langit “langit, kemana bulan? Aku sudah lama tak melihatnya”. Langit
menangis tersedu-sedu, “bulan telah memutuskan untuk membiarkanmu bercahaya
sendirian, bin. Bulan merasa seorang diri dan memutuskan untuk terlihat seperti
itu.” Langit menunjuk ke arah yang paling jauh. Bintang semakin merasa tak mengerti.
Dalam benak nya bintang selalu bertanya, “kemana sosok mu bulan? Ada apa dengan
cahaya mu? Kemana terang mu?”
Di
malam selanjutnya, di tempat biasa bulan memantulkan cahaya matahari untuk
terlihat bersinar. Bintang datang menghampiri bulan yang terlihat berbeda dan
bertanya seolah tak terjadi apa-apa “bulan, mengapa kamu terlihat tampak tidak
sempurna?”. Bulan hanya diam. Lalu bintang bertanya lagi kepada bulan “bulan,
mengapa kau hanya diam? Mengapa setiap malam aku hanya bisa melihat sebagian
dari sosokmu? Hanya bulan sabit?” “ada apa denganmu, bulan?” bintang bertanya
semakin kencang.
Kemudian bulan menjawab dengan suara sendu “kau
ingat tentang takdir dan rencana Tuhan, bin? Kamu percaya bahwa rencana itu
terbaik untukku? Ternyata kamu benar. Aku mulai mempercayainya. Aku hanyalah
sebuah bulan tanpa cahaya, seharusnya aku menyadari apa yg tuhan telah berikan
untukku. Ternyata aku tidak tahu diri. Aku hanyalah sebuah bulan”.
Bintang
resah selalu menanyakan apa yang terjadi, bulan hanya tersenyum kecil pada
bintang seakan berkata “aku lelah untuk tak terlihat olehmu, bin”
Bintang masih tak mengerti ada apa dengan
bulan sehingga bulan berkata “apa yang telah terjadi pada cahaya mu, bin? Kamu
katakan pada semesta bahwa aku telah bahagia setelah keterpisahan kita oleh
takdir? Apa yang kamu tau terhadapku? Aku hanyalah bulan yang masih membutuhkan
pantulan cahaya untuk membantuku bersinar”
Bintang menjawab dengan tundukan kaku seperti
memperlihatkan penyesalan “dulu kamu katakan kita masih bisa melihat cahaya
terang dalam jarak bukan? Tapi mengapa kamu menghilang?”
Bulan tertawa dalam tangisnya “apa kamu tau
bin? Cahayaku redup sepeninggalan kita berpisah. Cahayaku hilang terbawa oleh
kisahmu. Selama ini aku hanya bersembunyi dari matahari bahkan ketika purnama
tiba, aku masih tak bisa terlihat seperti bulan.”
Bintang
hanya menangis bicarakan soal penyesalan karena sudah tak bisa melihat bulan,
tak ada lagi pandangan tentang kisah. Bulan telah menahan dirinya agar tak
terlihat meredup karena keegoisan bintang, hingga pada akhirnya bulan
memutuskan untuk memberikan separuh kisahnya pada semesta. Biarlah semesta
menjadi tempat persimpanan kenangan antara bulan dan bintang.
Bulan membutuhkan waktu untuk terlihat
sempurna(lagi) seperti dulu. Dalam perasaan yang masih merindukan bintang,
bulan membiarkan sebagian tubuhnya terlihat benar-benar bersinar. Dan langit
pun memanggilnya dengan “Bulan Sabit”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar