Sabtu, 12 Oktober 2013

Bukan Purnama, Bahkan Bulan. Hanya Bulan Sabit.

Ingatkah kisah tentang bintang dan bulan yang telah kamu baca, teman?
Bagaimana dengan akhirnya? Begitu mengahrukan bukan karena bintang dan bulan tak bisa bersama? Lalu bagiaman dengan kisah mereka yang saling sama-sama menghabiskan waktu dalam ketidakbersamaan? Kufikir, bintang dan bulan selalu sibuk dengan perasaan saling merindukan.

Sore itu langit sedang mendung. Hujan tiba-tiba turun...
Langit tidak terlihat seperti biasanya, seperti sedang merasa kesakitan karena ketikaktahuan semesta tentang kisah nya. Dengan senja yang semakin berubah warna, langit dengan cepat menjadi gelap. Kemudian tibalah bintang yang terlihat sedang menangis haru karena harus menahan rindu pada sosok yang dulu. Ya, bulan yang terlihat dari jauh telah bahagia dengan kisah yang baru. tak lama kemudian tibalah bulan yang sangat indah, dengan perlahan dia memperlihatkan sosok nya.

Ketika langit terdiam. Bintang memikirkan tentang semesta yang mereka bilang adalah “Takdir”.Dulu... ketika bintang memutuskan untuk tidak lagi melihat bulan, semesta katakan bahwa bintang dan bulan masih bisa saling melihat terang meskipun tak bersama bukan? Tapi ada yang berbeda kali ini. Sinar bintang meredup ketika bintang melihat bulan sedang dipancari sinar yang lebih terang dari sinar bintang. Bulan tak pernah memperhatikan bintang seperti biasanya. Bintang fikir bulan telah bertemu dengan kisah nya yang baru. kisah yang lebih terang dibandingkan masa lalu. Bintang menangis haru...

Malam berganti malam, bintang pun merasa sudah harus memulai kisah dengan terang yang lebih terang dari kisah nya yang lalu. Karena jika bintang terlalu diam, bintang akan semakin meredup dan akhirnya langit akan tersalahkan karena semesta kehilangan satu terang yang dibutuhkan oleh bagian langit yang lainya. Bintang mulai ingin terlihat dihadapan langit.

Pada malam yang sama bulan mendatangi langit, memohon untuk bicara pada semesta dengan seksama. Langit memandang bulan dengan perasaan haru. “haruskah kamu lakukan itu?” bisik langit pada bulan. Bulan hanya membalasnya dengan senyum yang sama sekali tak dimengerti oleh langit.
Ke esokan malam nya, bintang terheran-heran pada langit, sampai pada akhirnya bintang bertanya pada langit “langit, mengapa malam ini terasa gelap dari biasanya? Kemana pancaran terang yang seperti biasanya?”. Langit hanya diam, tak menjawab bahkan tersenyum. Tak lama kemudian hujan turun, bintang semakin tak mengerti mengapa langit berbeda dari biasanya, terlihat seperti menahan sakit seorang diri. Bintang telah melupakan bulan pada saat itu. Bintang lupa satu hal, seluas-luas nya langit, langit tetap membutuhkan bulan untuk menjadi cahaya yang memancarkan terang meskipun pada kenyataan nya bulan mendapatkan cahaya dari pantulan-pantulan disekitarnya.

Langit menjadi gelap akhir-akhir ini. Bintang yang semakin tak mengerti mencoba bertanya lagi “langit, ada apa denganmu?”. Langit bicara dengan nada datar “apa yang telah kamu lupakan bin?”. Bintang semakin tak mengerti, bintang berfikir tentang pertanyaan langit yang masih saja tak bisa bintang mengerti. “apa yang sudah kulupakan?” tanya nya dalam hati. Bintang dan langit sama-sama bertatap dalam keheningan.

Ini adalah malam kesekian nya langit tampak gelap. Bintang tak ingin terlihat bersinar malam ini. Bintang mulai merasa ada yang hilang dalam benak-nya. Ternyata... bintang merasa telah kehilangan bulan. Bintang bergegeas bertanya pada langit “langit, kemana bulan? Aku sudah lama tak melihatnya”. Langit menangis tersedu-sedu, “bulan telah memutuskan untuk membiarkanmu bercahaya sendirian, bin. Bulan merasa seorang diri dan memutuskan untuk terlihat seperti itu.” Langit menunjuk ke arah yang paling jauh. Bintang semakin merasa tak mengerti. Dalam benak nya bintang selalu bertanya, “kemana sosok mu bulan? Ada apa dengan cahaya mu? Kemana terang mu?”

Di malam selanjutnya, di tempat biasa bulan memantulkan cahaya matahari untuk terlihat bersinar. Bintang datang menghampiri bulan yang terlihat berbeda dan bertanya seolah tak terjadi apa-apa “bulan, mengapa kamu terlihat tampak tidak sempurna?”. Bulan hanya diam. Lalu bintang bertanya lagi kepada bulan “bulan, mengapa kau hanya diam? Mengapa setiap malam aku hanya bisa melihat sebagian dari sosokmu? Hanya bulan sabit?” “ada apa denganmu, bulan?” bintang bertanya semakin kencang.
Kemudian bulan menjawab dengan suara sendu “kau ingat tentang takdir dan rencana Tuhan, bin? Kamu percaya bahwa rencana itu terbaik untukku? Ternyata kamu benar. Aku mulai mempercayainya. Aku hanyalah sebuah bulan tanpa cahaya, seharusnya aku menyadari apa yg tuhan telah berikan untukku. Ternyata aku tidak tahu diri. Aku hanyalah sebuah bulan”.

Bintang resah selalu menanyakan apa yang terjadi, bulan hanya tersenyum kecil pada bintang seakan berkata “aku lelah untuk tak terlihat olehmu, bin”
Bintang masih tak mengerti ada apa dengan bulan sehingga bulan berkata “apa yang telah terjadi pada cahaya mu, bin? Kamu katakan pada semesta bahwa aku telah bahagia setelah keterpisahan kita oleh takdir? Apa yang kamu tau terhadapku? Aku hanyalah bulan yang masih membutuhkan pantulan cahaya untuk membantuku bersinar”
Bintang menjawab dengan tundukan kaku seperti memperlihatkan penyesalan “dulu kamu katakan kita masih bisa melihat cahaya terang dalam jarak bukan? Tapi mengapa kamu menghilang?”
Bulan tertawa dalam tangisnya “apa kamu tau bin? Cahayaku redup sepeninggalan kita berpisah. Cahayaku hilang terbawa oleh kisahmu. Selama ini aku hanya bersembunyi dari matahari bahkan ketika purnama tiba, aku masih tak bisa terlihat seperti bulan.”

Bintang hanya menangis bicarakan soal penyesalan karena sudah tak bisa melihat bulan, tak ada lagi pandangan tentang kisah. Bulan telah menahan dirinya agar tak terlihat meredup karena keegoisan bintang, hingga pada akhirnya bulan memutuskan untuk memberikan separuh kisahnya pada semesta. Biarlah semesta menjadi tempat persimpanan kenangan antara bulan dan bintang.
Bulan membutuhkan waktu untuk terlihat sempurna(lagi) seperti dulu. Dalam perasaan yang masih merindukan bintang, bulan membiarkan sebagian tubuhnya terlihat benar-benar bersinar. Dan langit pun memanggilnya dengan “Bulan Sabit”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar