Pernah
kah kamu merasa mengharapkan sesuatu yang sebenarnya telah kamu sadari tak
mungkin kamu miliki? Pernah kah kamu memiliki perasaan yang selalu ingin kamu
buang? Perasaan yang selalu ingin kamu lupakan. Mencintai sesuatu yang salah,
sudah sadar memang, tapi merasa sudah terlambat untuk dihentikan. Rasanya ingin
memperjungkan namun takdir tak membiarkan. Akhirnya hanya bisa diam bukan?
Menghela nafas kemudian menerima semuanya memang harus menjadi kenangan.
Hari
ini belum ku lihat matahari pagi, pandangan ku masih gelap disertai angin
kencang yang ku biarkan menghepas lamunanku untuk beberapa saat. Aku sadar
bahwa sudah 2 hari ini aku tak biarkan tubuhku beristirahat. Fikirku, semua
pasti akan baik-baik saja. Dia masih terus menghubungi ponsel ku,
mengkhawatirkanku, menanyakan kabarku. Aku tau semuanya terasa menyakitkan,
tapi akan lebih menyakitkan jika terus ku biarkan.
Ada apa dengan ku? aku tidak bisa
berhenti mencintaimu.
Aku
dan dia memiliki ruang yang menarik. Kita bersama-sama melewati setiap tanggal
nya dengan senyuman. Apa yang orang lain sebut dengan pacaran, bagi kami itu
adalah permulan. Kita tidak pernah bicara soal keegoisan atau siapa yang akan
lebih mempertahankan. Aku dan dia benar-benar telah bahagia. Hidup ku dan
hidupnya berasa telah bersatu. Jika kebanyakan orang mengatakan setelah
pertemuan dan sebelum adanya hubungan akan merasakan jatuh cinta, tapi bagi ku
setiap bersama denganya aku selalu merasa sedang jatuh cinta. Didalam dunia ku,
aku dan dia benar-benar telah bersama selamanya. Ya, di dunia ku :”)
Orang
tua ku katakan bahwa aku telah gila. Cinta ku benar-benar telah salah. Aku
berjalan dijalan yang salah, aku mengenal cinta yang seharusnya tak pernah aku
beri ruang. Fikirku, jika cinta ku memang ditakdirkan bukan untuk nya, lalu
mengapa Tuhan membiarkan aku berjalan dengan nya sejauh ini. Jika ada yang
harus disalahkan, maka salahkanlah semesta, mengapa harus mempertemukan aku dan
dia. Jika aku benar-benar telah salah memilih, lalu mengapa aku dan dia
benar-benar merasa telah bahagia sejauh ini.
Minggu
pagi, aku duduk manis ditempat biasa aku menunggu nya. Dibawah pohon beringin
dan ditemani angin pagi yang menyegarkan tubuh. Aku masih disini, berada di
sebrang jalan menunggu nya keluar dari tempat dia bertemu dengan Tuhan nya. Dan
seperti biasanya, setelah dia selesai, dengan suara lonceng yang nyaring dan
sudah tak asing lagi ditelingaku dia mengajaku berjalan-jalan ditaman. Kita
membicarakan banyak hal, tentang keajaiban Tuhan, tentang bagaimana kita
menghabiskan waktu sebelum dia mengantarku untuk shalat Dzuhur. Aku mengambil
wudhu, bersembahyang dan berdoa, mendoakan dia agar tetap bahagia. Aku melihat
ke arahnya, dengan senyum dia melambaikan tangan, dia berlari menghampiriku.
Sungguh hasil karya Tuhan yang sempurna berada dalam dirinya, dia laki-laki
yang manis, laki-laki yang baik, dan laki-laki yang bisa menerima apa itu
“Perbedaan”. Dia benar-benar menghormatiku, dia menghargaiku dengan sopan
santun, dia memperlakukanku seperti hal nya dia menjaga ibu nya. Itu salah satu
alasan mengapa aku bisa sebegitu mencintainya.
Aku
dan dia benar-benar berdua di dunia ini. Tidak ada yang menoleh atau bahkan
mengucapkan selamat ketika aku berada dalam keadaan bahagia yang semakin
mencintainya. Terkadang, aku selalu bersembunyi dari dunia ketika merasa ingin
menangis. Ketika aku lelah, aku selalu mencoba terlihat tegar. Ketika aku
terjatuh, aku selalu berusaha agar yang terlihat hanya kecerobohan ku yang tak
melihat jalan dengan tepat. Aku tidak pernah melupakan kewajibanku dalam
menjalankan 5 waktu dalam keadaan sedang mencintainya. Aku juga tidak melepas
jlbabku ketika sedang berada disampingnya, bahkan dia tidak pernah berhenti
menyuruhku untuk menjadi hamba yang dicintai oleh Tuhan ku.
Tidak ada yang salah menurutku, dan
menurutnya semua orang yang mencaci maki cinta ku hanya perasaan ku saja. Aku
sungguh benar-benar tidak ingin melepaskan nya.
Ketika
semua keluarga ku menentangku, dan ketika dia berubah menjadi pendiam karena
dituduh mencintai wanita yang salah, aku hanya bisa diam menunduk memanggil
Tuhan ku dengan derai air mata yang sebenarnya telah habis ku kuras disetiap
malam nya. Dia menghapus air mataku sore itu, sore dimana harusnya kita
berkhayal tentang bagaimana rumah yang akan kita tempati bersama nanti nya,
bagaimana mendekorasi kamar anak-anak kita nantinya, atau berfikir nama yang
tepat untuk semua anak-anak kita kelak. Dihadapanku, dengan lipatan tangan yang
khusu dia berdoa dengan memanggil nama Tuhan dengan cara yang berbeda, dia
menangis seakan menyalahkan Tuhan mengapa membiarkan dia mencintai wanita
muslim yang sholeh sepertiku.
Awalnya aku berontak pada takdir, aku cemburu pada keadilan, dan aku kecewa pada kebebasan tentang perasaan. Tapi dengan perkataan indah yang halus kata, dia mulai bicara soal pertemuan di masa depan. Masa yang katanya kita bisa bertemu kembali entah setelah ber-reinkarnasi beberapa puluh kali. Setelah dia bicara soal perpisahan yang terbaik diantara kita berdua, aku tak lagi paham. Aku harus menahan hatiku agar tak terlalu lama treluka karena semesta yang telah salah mempertemukan anatara dua orang.
Ketika
salib dibungkus rapih oleh jilbabku, dan ketika kami memanggil Tuhan dengan
cara yang berbeda, maka saat itu aku dan dia menyimpan pengharapan yang indah
dalam setiap doa.
Ah, Nis. Tulisan kamu selalu keren!
BalasHapusIni kisah kamu?
Ahh :') terima kasih (lagi) Erdi!
Hapushehehe rahasia penulis ah itu, haha