Suara
hujan masih saja berbunyi diluar sana, mengetuk-ngetuk kaca jendela. Aku masih
pura-pura tertidur pulas, berbaring dengan selimut hangat pemberian nenek ku.
Kamar ku bukan tempat yang bagus untuk ditempati, bukan juga tempat
yang nyaman untuk ditugaskan memijat tubuhku yang kelelahan seharian. Tapi
entah mengapa, tak ada ruangan yang bisa membuatku tertidur lelap selain kamar
ku ini.
Malam
ini tak ada yang berbeda, masih sama seperti malam-malam lalu. Masih sendiri
menahan banyak keinginan yang belum tercapai. Bukan masalah cinta sejati yang
ingin ku bicarakan, bukan juga masalah penghianatan teman yang mencoba membuka
keburukan tentang aku pada orang banyak, bukan juga tentang cinta diam-diam
yang ternyata sudah meninggalkan jejak cukup lama. Ini adalah kisah yang
sebenarnya selalu ditanyakan oleh pembaca kisah, siapa aku?
Sering
aku bertanya pada pagi, siapa aku ini? Dan tak ada jawaban sama sekali.
Kemudian aku beranjak bertanya pada siang, siapa aku ini? Lagi lagi yang ku
dapat hanya terik panas nya yang menggosongkan pikiranku, membuatku buta
melihat sekeliling rumah, aku sangat rindu suasana rumah yang membuatku selalu
ingin cepat pulang. Lalu aku memutuskan untuk bertanya pada malam, siapa aku
ini? Namun yang terjadi tubuhku memerah karena gatal yang disebebkan oleh angin
malam. Seberapa sering keluargaku bicara tentang penyakit ini, yang ku percaya
bahwa aku ini adalah mutan. Aku adalah mutan yang mengorbankan diri pada malam
meskipun pada akhirnya tubuhku akan memerah dan mulai membengkak, tapi karena
sudah ku bilang aku adalah mutan, maka termakan hari tubuhku akan membaik.
Mungkin aku semacam Wolverine, yang bisa mengobati luka nya agar tak membekas.
Dan aku yakin bahwa professor x dan magneto akan segera membaik dan melupakan perdebatan antar beda pemikiran.
Aku
berfikir mungkin aku adalah Vampire, karena aku sama sekali tak menyukai terik
matahari. Buatku, panas lebih menakutkan dari pada hujan. Aku lebih memilih
mengorbankan tubuhku basah karena deras hujan dibandingkan terbakar karena
terik siang. Dan aku berfikir, mungkin aku adalah zombie, karena aku adalah
penggila brokoli. Brokoli seperti otak, dan zombie adalah mayat hidup yang
memakan otak. Tapi bagimana pun menakutkan nya zombie, brokoli adalah makanan
yang paling enak yang tak pernah ku lewatkan dalam capcay. Terkadang aku
berfikir, mungkin aku adalah Cinderella yang tersesat, karena aku masih belum bisa
menemukan pangeran yang masih saja belum menemukan keberadaan ku untuk memakaikan sepatu kaca setelah pesta dansa malam itu, atau mungkin aku
adalah putri tidur yang belum saja terbangun oleh ciuman dari cinta sejatinya,
atau mungkin aku adalah Rapunzel yang ternyata sudah membiarkan penyihir jahat
memotong rambut panjangku sehingga sang pangeran tidak bisa memanjat kastil
tinggi itu. Atau mungkin aku adalah little mermaid, yang harus merelakan sang
pangeran menikahi wanita lain tanpa pernah memberitahukan tentang perasaanya
yang sebenarnya, kemudian little mermaid memutuskan untuk menjadi buih di lautan
hanya agar sang pangeran hidup bahagia.
Tapi
fikiranku berbeda ketika pagi datang menyilaukan pandanganku. Ketika aku bangun
dalam tidurku, ketika aku menapakan kaki ku pada pijakan bumi, aku selalu
melihat sosok yang menyerupai ku. Dia memandangku seperti aku memandangnya.
Terkadang dia berbicara seolah dia adalah aku. Aku selalu memandangnya dengan amarah,
sudah beberapa kali sosok itu ku tinju dengan tanganku yang meluarkan darah,
berceceran disekitar tempat tidur dan membuat keluarga ku panik. “Ada apa
dengan ku?” aku bertanya lagi “siapa aku?”
Dalam
mimpi ku, aku bertemu malaikat yang parasnya seperti persatuan wajah putri yang cantik-cantik, dia sempurna jika diderajatkan dengan manusia, dia penuh
kasih jika dibandingan dengan cinta sejati. Dia nyata karena dia tak terbang
layaknya hantu malam, dia juga bisa berbicara, berbeda dengan boneka yang ada
dikamar ku. Tuhan menyuruhku memanggilnya dengan sebutan “Ibu”. Aku tak pernah
tau bagimana caranya berterima kasih pada Tuhan karena telah mengijinkan ku
memiliki satu malaikat terbaiknya. Malaikat ini terkadang terlihat menakutkan
ketika wajah nya mulai memerah dan berteriak memanggil namaku berulang kali
terus-menerus karena ulahku, tapi ajaib nya seorang
malaikat, dengan kilat nya wajah nya berganti dengan memancarkan cahaya yang
membuat hati ku luluh dan segera memeluknya. Dan ketika mata nya mulai memerah
karena membengkak, aku selalu menyalahkan Tuhan. Mengapa Tuhan membiarkan aku
membuat malaikatku menangis karena ulah ku? Dia seperti embun ketika sedang menangis, embun pagi yang selalu mendinginkan suhu
kala itu. Suhu yang selalu membuatku merasa ingin segera mendatangkan hangat
nya matahari untuk memeluknya.
Berbeda
dengan pahlawan ini. Sudah banyak pahlawan yang mengharumkan nama bangsa, sudah
banyak pula pahlawan yang membela negri ini, pahlawan yang hanya menomor
satukan Negara dan pemerintahan tanpa mementingkan diri sendiri dan orang-orang
yang berada di dalam nya. Namun apapun itu, aku bukan orang yang sangat
tertarik pada politik. Dan aku sama sekali tidak membicarakan pahlawan dalam
pelukan politik nya, tapi aku membicarakan pahlawan yang dipeluk Tuhan nya.
Pahlawan yang ditugaskan hanya untuk melindungi keluarga ku dari macam bahaya,
dan pahlawan untuk terus siaga berada di depan pintu rumah (keluarga).
Tapi
bagiku, dia bukan hanya pahlawan untuk keluargaku, dia juga adalah pahlawan
hidupku. Dia adalah laki-laki tegas ketika memberikanku pengarahan, dan dia juga adalah laki-laki penyayang
ketika sedang memberikanku pengertian. Dan dia selalu menjadi komandan
tertinggi ketika aku sedang mencari cinta sejati. Baginya, itu adalah misi
terpenting dalam hidupnya.
Dia
adalah pahlawan yang tak kenal lelah meski aku telah cepat berubah, Tuhan
menyuruhku memanggil nya dengan sebutan “Ayah”.
Ketika
aku melihat sosok yang sama persis denganku terus bermunculan di kamar ku. Aku semakin
marah pada keadaan rumah. Aku rindu tentang semua yang tak mengandalkan tentang
“kedewasaan”. Aku lelah untuk bersikap bahwa aku tidak apa-apa, bahwa aku telah
dewasa. Ingin rasanya mengartikan bahwa kedewasaan pun masih memerlukan
bantuan. Sungguh aku belum terbiasa dengan tubuh yang menompang semua masalah
sendirian. Terkadang aku benar-benar rindu berlari dalam pangkuan mu ibu,
menangis sekencang-kencang nya, mengadu keluh kesahku, menangis tak henti agar
kamu mau meniup dan mengusap luka ku agar tak lagi terasa nyeri. Atau melakukan
hal bodoh hanya untuk mengambil semua perhatian ayahku.
Dewasa
membuat ku lupa akan masa kecil ku, merenggut semua perhatian ayah ku dan kasih
sayang ibu ku. Mereka fikir dewasa bisa membuatku merasa lebih baik, dan yang
ku rasa semua terasa kosong.
Meskipun
aku telah terlihat dewasa karena sudah mengenal cinta yang kadang membuatku
merasa bahagia, tapi ada kala aku rindu menjadi anak yang terlihat bodoh di
pandang ayah dan ibu. Aku rindu canda tawa yang ku kenal dulu didalam rumah. Aku
rindu ketakutan bermain jauh meninggalkan rumah seperti dulu. Ada kala keluarga ku seperti drama yang semua menjadi peran utama, merasa paling berharga dan
tak ingin menjadi nomor dua, tapi keluarga ku tetap menjadi drama yang paling romantic
dan memiliki ending terbaik.
Rekomendasi "brokoli mencari cinta" hehehe
BalasHapus