Rabu, 04 Februari 2015

Surat Pertama Untuk Tatap Pertama



Teruntuk,
Seseorang yang sedang berada dalam pelukan orang.

Tolong tak perlu kau anggap bahwa ini adalah surat cinta. Karena aku tahu, kamu tak terlalu menyukai sesuatu hal yang berlebihan. Tapi sungguh, surat ini tak berlebihan menurutku, aku hanya menuliskanya untuk sebuah pertemuan yang sebenarnya sering ku rindukan, contohnya sekarang.

Kau tahu? Aku menulis ini sambil mendengarkan rekaman suara mu yang kau kirim beberapa bulan lalu. Bukan suara nya yang ku permasalahkan, tapi lirik yang kau coba nyanyikan itu seperti ocehan yang membuatku sadar sedang berada diposisi mana.

Apa kau masih ingat pertama kali kita bertemu? Di dekat warung tempat biasa kau menikmati suasana jalanan. Kamu tertunduk malu seolah kita pernah bertemu. Dan hanya tatap itu yang terekam didalam kepala ku. Tapi bolehkah itu tak ku anggap sebagai pertemuan pertama? Aku tahu kamu pasti sedang terheran-heran bertanya didalam kepala “Mengapa?” hahaha, aku tertawa.

Bagi ku, pertemuan pertama kita adalah saat aku menangis merintih menjerit di pundakmu. Bahu mu itu sungguh menguatkanku. Banyak hal yang kau coba lakukan hanya untuk membuatku berhenti mengeluarkan suara bising. Aku tahu suara tangis ku sangat mengganggumu. Tapi saat itu aku sama sekali tak bisa menahan rasa sakit yang merobek hatiku sedikit demi sedikit. Kamu adalah pria yang mengambil semua perhatianku penuh. Ya, bagaimana mungkin ada pria yang belum begitu saling mengenal lebih tapi mau menemani, memberi bahu, sampai mendengar keluh kesah ku karena cinta yang begitu bodoh telah memberikan luka dihatiku. Begitu istimewa nya kamu.

Aku akan melewati bagian itu dan itu dan seterusnya setelah itu. Aku tak ingin membahas yang sudah menyakitiku lagi kepada mu, aku tahu kamu tak suka itu. Aku hanya ingin membicarakan rindu.

Aku rindu membagi tawa denganmu, aku rindu kita yang saling membahagiakan seperti dulu. Aku tahu itu bukan salahmu jika rasa yang mulai hadir diantara kita tak bisa kau perhitungkan. Dan katakan saja bahwa itu salahku karena tak bisa membedakan mana yang harus ku pilih dan mana yang harus ku tinggalkan. Bodoh nya aku yang tak bisa memberikan kesempatan padamu untuk membuktikan. Tapi jika waktu bisa diputar ulang, aku tak ingin merubah sesuatu hal. Jika kau mengerti menjadi aku, kau akan tahu bahwa apa yang ku lakukan dulu adalah yang terbaik untukmu dan juga untukku.

Aku tahu rasa itu menjadi abu-abu dan itu adalah alasan mengapa setelahnya kamu tak ingin lagi bertemu denganku. Bahkan hanya menjawab sapa ku jika kita bertemu dijalan. Aku tak mempersalahkan mu atas akhir yang seperti ini, karena mungkin salahku yang memberikan rasa sakit yang berlebih atas kecewa yang teramat dalam hatimu dan itu karena keputusan ku.

Darimu aku belajar, bahwa terkadang ada hal yang harus begitu lama kita pertimbangkan. Memilih orang yang ingin kita bahagiakan tak menjamin itu adalah pilihan yang benar. Membahagiakan orang yang kita bahagiakan pun tentu harus membuat kita ikut serta merasa bahagia. Bukan yang membuat kita merasa menjadi seseorang yang dinomor satukan, tapi orang yang membuat kita merasa utuh dan nyaman, maka bahagia sudah berada dalam genggaman.

Meskipun aku dan kamu tak pernah menjadi kita, tapi didalam rasa aku yakinkan bahwa kamu pernah ada.
Terima kasih karena pernah ada dalam kisah.
Biarkan kita hanya menjadi bayangan. Semoga kamu bisa bahagia dengan kekasih yang kau banggakan. 

                                                                               Dari,

                                                                               Perempuan dari tatap pertama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar