\
Teruntuk,
Seseorang yang (pernah)
sangat begitu ku cinta.
Maaf jika aku katakan pernah.
Karena sekarang aku merasa tak begitu sangat. Mungkin kali ini aku tak lagi
bisa menuliskan mu kata-kata manis yang bisa membuatmu merasa sangat
dipentingkan dalam hidupku. Mungkin memang penting. Tapi kali ini aku merasa
itu tak begitu sangat penting. Ah, apa aku terlalu banyak menggunakan kata “mungkin?”
Mungkin aku terlalu
pemarah atau mungkin aku terlalu perasa? Ah, lagi-lagi aku menggunakan kata “Mungkin”.
Aku terlalu bingung untuk bagaimana mengatakan soal perasaan ku yang sudah
begitu terasa menganehkan buatku.
Aku tak membencimu
apalagi harus merasa bahwa kamu sudah tak lagi layak berada disampingku. Aku masih
mencintaimu seperti kala aku merasa kamu adalah panutan dari segala langkah
kaki yang membingungkan. Tapi sekarang aku merasa kau begitu sangat
menjengkelkan.
Pertengkaran kita bulan-bulan lalu menjadi sesuatu yang tak bisa aku lupakan meski sudah ku paksakan. Kau tau?
Harusnya aku tak pernah mau tau segala urusan mu, segala apa yang tersembunyi
didalam ruang lingkup keluarga ini. Tapi mungkin aku terlalu ceroboh untuk
mengetahui apa yang sebenarnya terjadi, sampai aku mengetahui bahwa malaikatku
ternyata tak semurni itu.
Boleh kah aku
menyalahkanmu atas semua kesalahan yang sangat ku benci itu?
Aku tak pernah
membencimu meskipun belakangan ini kita sudah tak lagi banyak bicara. Karena mungkin
aku yang terlalu berdiam diri dan selalu pergi menghilang dari pandanganmu. Aku
hanya ingin mengstabilkan lagi perasaan ku terhadapmu. Aku hanya ingin
menghilangkan ingatan tentang masalah itu. soal luka yang kini ku rasakan aku
sungguh ingin menghilang.
Semoga dari kejadian
ini kamu bisa lebih mencintai pria yang ku panggil ayah itu. Ya, bu?
Dari,
Aku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar