Kamis, 22 Januari 2015

Langit itu biru ya, bu?


Langit itu biru ya, bu?
Satu pertanyaan yang sering kali ku tanyakan pada ibu. Dan jawaban ibu hanya tertawa sambil sesekali mengelus-elus rambut panjangku. Wajahnya masih terlihat sangat muda, dan tangan kuat nya masih saja bisa menompang beban badanku yang mulai berat. Setiap pagi aku selalu menyempatkan memandang langit yang baru disinari matahari, sambil menggenggam tangan ibu dan perlahan tidur di antara kedua kaki nya.
Dan itu adalah pagi sekitar 17tahun yang lalu. Sejak saat itu, aku sudah lupa bagaimana cara menikmatinya di pagi hari.

Akhir-akhir ini langit terlihat menawan, keindahan yang tak bisa ku paparkan. Semakin sering melihat keatas, aku semakin sadar bahwa langit masih terlihat sama, hanya saja aku yang telah berbeda. Dan kali ini langit membuat ku rindu akan aku yang dulu.

Aku rindu memandang langit bersama mu, sambil bercerita bagaimana hari-hari lelah ku. Aku percaya jatuh cinta akan membuat kita bahagia, tapi kali ini biarkan aku menghabiskan waktu untuk mengingat masa-masa dulu. Kesibukan kita yang berbeda membuat semuanya terasa menganehkan. Aku tak percaya bahwa waktu bisa berjalan secepat ini. Terasa baru kemarin aku bermanja-manja dipangkuanmu, terasa baru kemarin aku sibuk menangis hanya karna memar kecil.

Langit itu biru ya, bu?
Satu pertanyaan yang sering kali ku tanyakan pada ibu. Dan pagi ini jawaban ibu berbeda, ibu hanya tersenyum kearahku sambil menggendong adik kecil ke-4 ku yang baru lahir sekitar lima bulan yang lalu.

Ternyata sudah banyak langit pagi hari yang ku lewati. Sampai aku lupa bagaimana mengulang rasa bahagia ketika menikmatinya. Padahal aku tahu bahwa langit ku masih sama. Hanya kali ini aku yang telah berbeda.

Langit membuat ku sadar bahwa waktu tak bisa diulang, dan hanya dia yang bisa menggenggam semua kenangan. Kita hanya bisa menikmati keindahanya, bukan untuk memikirkan bagaimana langit bisa selalu terlihat sama oleh pandangan kita.

Langit itu biru ya, bu?
Boleh kah aku memandangnya sambil mengadu keluh kesah ku di pangkuanmu, seperti saat sewaktu kecil dulu? 

Jumat, 09 Januari 2015

Jatuh Cintalah Pada Wanita yang Menulis


Jatuh cintalah pada wanita yang menulis. Dia akan menuliskan setiap arti dari kedip matamu saat pertama kali bertemu. Dan satu bait puisi setelah pertemuan itu terjadi lagi dan lagi. Karena dia tak akan pernah bosan menuliskan bagaimana bahagianya sebuah pertemuan yang sudah direncanakan oleh Tuhan. Meskipun semesta ikut berperan, tapi baginya pertemuan bukanlah sebuah kebetulan.

Jatuh cintalah pada wanita yang menulis. Terkadang kamu hanya perlu tersenyum untuk membuat dunia nya lebih hidup. Tidak ada yang akan membuatmu terbagi menjadi beberapa rasa dihatinya, karena baginya hanya dirimu yang mampu menghadirkan sebuah kata hingga menjadi cinta yang nyata.

Jatuh cintalah pada wanita yang menulis. Dia tak akan keberatan menyusun setiap peristiwa-peristiwa yang terjadi bersama. Bahkan rasa bahagia, duka, dan kecewa dengan senang hati akan dia tulis tanpa harus terisak menangis. Karena dia percaya, bahwa pria yang mencintainya adalah satu-satu nya pria yang tak ingin melihat dia terluka.

Jatuh cintalah pada wanita yang menulis. Dia akan mengajakmu berkeliling di dunia kecil nya. Dengan kata yang berawal bahagia, kamu bebas berkelana agar tahu bahwa kehadiranmu membuat kata-katanya menjadi bermakna. Karena baginya, kamu adalah alasan mengapa puisi-puisi bahagia terciptakan.

Jatuh cintalah pada wanita yang menulis. Dia akan setia menunggumu pulang dari hari lelah mu, hanya dengan ditemani satu cangkir kopi, secarik kertas, dan musik yang bisa menyamarkan suara detak nya jarum jam yang berjalan. Tidak akan ada yang lain. Dia akan menunggumu tanpa mau mengganggu kesibukanmu. Karena dia tahu, kamu akan menemaninya setelah itu.

Jatuh cintalah pada wanita yang menulis. Temukanlah dia. Karena dia tersembunyi di ruang sepi hanya ditemani dengan satu cangkir kopi. Sendiri mengajak sepi berbincang tentang menunggu seseorang datang. Mungkin dia terlalu lama menunggu sampai terbelenggu. Karena wanita yang menulis tidak akan selamanya menulis, dia akan menjadi wanita yang bisa kau ajak bicara, wanita yang akan membuatmu selalu tertawa menghadap senja, wanita yang akan memeluk mu ketika kau lelah menghadapi semua masalahmu, wanita yang siap membagi waktu untuk berada disampingmu, wanita yang akan selalu mendoakanmu dalam setiap sujud, dan wanita yang dengan senang hati akan selalu tersenyum untuk mu.