Minggu, 04 Oktober 2015

Happy Birthday For You, 20.


Ketika aku berkenalan dengan semesta ada banyak wajah-wajah yang membuatku mencintai seluruh dunia.

Aku membuka mata perlahan karena terlalu rapat untuk aku perlihatkan, jari-jemariku perlahan aku gerakan karena masih terlalu linu untuk dipaksakan, aku menendang-nendang seakan ingin segera cepat berlari bertemu dengan hari-hari yang suci. Bibir ku masih terlalu lemah untuk aku perlihatkan senyumku yang indah.

Kemudian aku mencoba mengedipkan mata, dan kulihat sosok malaikat yang nyata. Seorang wanita berparas cantik dengan sempurna nya dia mendekatkan wajahnya padaku, dia mencium seluruh sudut tubuh ku. Ya, dia adalah seorang Ibu. Seseorang yang wajah nya seperti sudah tak asing lagi bagiku, seperti seseorang yang selalu dalam mimpiku. Yang dengan sepenuh hati setia menompangku selama 9 bulan lamanya didalam perutnya, yang tak pernah mengeluh ketika aku menyakiti rahim nya, dan yang benar-benar berjuang ketika membantuku hadir di dalam dunia nya.

Lalu kemudian aku ditaruh disamping nya dengan lantunan lagu indah mententramkan tangisku. Sebuah suara yang merdu masuk melalui telingaku. Ya, seorang Ayah yang dengan sepenuh hati nya meng-adzan kan ku.

Dan setelah itu, mulai lah bermunculan wajah-wajah yang memperlihatkan tangis haru kebahagiaan karena melihat ku hadir diantara mereka sekarang.

Dan kali ini adalah puncak dari segala yang telah ku mulai dari awal. Mungkin bagi sebagian orang umur 17 lah yang menjadi impian dan ujung dari segala pengharapan, karena sudah mulai diberikan izin untuk memiliki surat perijinan untuk mengendarai kendaraan, atau bahkan sudah diakui oleh Negara menjadi penduduk tetap. Namun bagiku tidak.

Tepat di umur inilah aku menjadikan nya puncak. Bagaimana tidak? Saat menjelang pagi, ada satu pasang mata yang menangis karena tau aku sudah menjadi wanita yang ku damba. Umur inilah aku resmi menjadi panutan semua adik-adik ku kelak, tepat di umur inilah aku menjadi wanita yang sudah dibebaskan dalam memilih jalan ku sendiri. Menapaki segala macam bentuk dan jenis tanah dengan kaki ku sendiri.

Dan untuk dua puluh tahun ini, tak bisa ku tulis satu per satu siapa saja yang sudah mau sudi datang dan pergi meski sesuka hati mampu menghiasi sepanjang hidup ku di masa-masa ini. Untuk setiap rasa, entah bahagia, kecewa, terluka, bahkan tertawa yang ku rasa sudah mampu membentuk ku untuk terus menjadi dewasa.

Untuk ku, Selamat bertambah usia menjadi kepala dua. Semoga tuntutan menjadi dewasa akan ku terima dengan lapang dada.