Rabu, 11 Desember 2013

Hanya Secuil

Suara hujan masih saja berbunyi diluar sana, mengetuk-ngetuk kaca jendela. Aku masih pura-pura tertidur pulas, berbaring dengan selimut hangat pemberian nenek ku. Kamar ku bukan tempat yang bagus untuk ditempati, bukan juga tempat yang nyaman untuk ditugaskan memijat tubuhku yang kelelahan seharian. Tapi entah mengapa, tak ada ruangan yang bisa membuatku tertidur lelap selain kamar ku ini.

Malam ini tak ada yang berbeda, masih sama seperti malam-malam lalu. Masih sendiri menahan banyak keinginan yang belum tercapai. Bukan masalah cinta sejati yang ingin ku bicarakan, bukan juga masalah penghianatan teman yang mencoba membuka keburukan tentang aku pada orang banyak, bukan juga tentang cinta diam-diam yang ternyata sudah meninggalkan jejak cukup lama. Ini adalah kisah yang sebenarnya selalu ditanyakan oleh pembaca kisah, siapa aku?

Sering aku bertanya pada pagi, siapa aku ini? Dan tak ada jawaban sama sekali. Kemudian aku beranjak bertanya pada siang, siapa aku ini? Lagi lagi yang ku dapat hanya terik panas nya yang menggosongkan pikiranku, membuatku buta melihat sekeliling rumah, aku sangat rindu suasana rumah yang membuatku selalu ingin cepat pulang. Lalu aku memutuskan untuk bertanya pada malam, siapa aku ini? Namun yang terjadi tubuhku memerah karena gatal yang disebebkan oleh angin malam. Seberapa sering keluargaku bicara tentang penyakit ini, yang ku percaya bahwa aku ini adalah mutan. Aku adalah mutan yang mengorbankan diri pada malam meskipun pada akhirnya tubuhku akan memerah dan mulai membengkak, tapi karena sudah ku bilang aku adalah mutan, maka termakan hari tubuhku akan membaik. Mungkin aku semacam Wolverine, yang bisa mengobati luka nya agar tak membekas. Dan aku yakin bahwa professor x dan magneto akan segera membaik dan melupakan perdebatan antar beda pemikiran.

Aku berfikir mungkin aku adalah Vampire, karena aku sama sekali tak menyukai terik matahari. Buatku, panas lebih menakutkan dari pada hujan. Aku lebih memilih mengorbankan tubuhku basah karena deras hujan dibandingkan terbakar karena terik siang. Dan aku berfikir, mungkin aku adalah zombie, karena aku adalah penggila brokoli. Brokoli seperti otak, dan zombie adalah mayat hidup yang memakan otak. Tapi bagimana pun menakutkan nya zombie, brokoli adalah makanan yang paling enak yang tak pernah ku lewatkan dalam capcay. Terkadang aku berfikir, mungkin aku adalah Cinderella yang tersesat, karena aku masih belum bisa menemukan pangeran yang masih saja belum menemukan keberadaan ku untuk memakaikan sepatu kaca setelah pesta dansa malam itu, atau mungkin aku adalah putri tidur yang belum saja terbangun oleh ciuman dari cinta sejatinya, atau mungkin aku adalah Rapunzel yang ternyata sudah membiarkan penyihir jahat memotong rambut panjangku sehingga sang pangeran tidak bisa memanjat kastil tinggi itu. Atau mungkin aku adalah little mermaid, yang harus merelakan sang pangeran menikahi wanita lain tanpa pernah memberitahukan tentang perasaanya yang sebenarnya, kemudian little mermaid memutuskan untuk menjadi buih di lautan hanya agar sang pangeran hidup bahagia.
                                      
Tapi fikiranku berbeda ketika pagi datang menyilaukan pandanganku. Ketika aku bangun dalam tidurku, ketika aku menapakan kaki ku pada pijakan bumi, aku selalu melihat sosok yang menyerupai ku. Dia memandangku seperti aku memandangnya. Terkadang dia berbicara seolah dia adalah aku. Aku selalu memandangnya dengan amarah, sudah beberapa kali sosok itu ku tinju dengan tanganku yang meluarkan darah, berceceran disekitar tempat tidur dan membuat keluarga ku panik. “Ada apa dengan ku?” aku bertanya lagi “siapa aku?”

Dalam mimpi ku, aku bertemu malaikat yang parasnya seperti persatuan wajah putri yang cantik-cantik, dia sempurna jika diderajatkan dengan manusia, dia penuh kasih jika dibandingan dengan cinta sejati. Dia nyata karena dia tak terbang layaknya hantu malam, dia juga bisa berbicara, berbeda dengan boneka yang ada dikamar ku. Tuhan menyuruhku memanggilnya dengan sebutan “Ibu”. Aku tak pernah tau bagimana caranya berterima kasih pada Tuhan karena telah mengijinkan ku memiliki satu malaikat terbaiknya. Malaikat ini terkadang terlihat menakutkan ketika wajah nya mulai memerah dan berteriak memanggil namaku berulang kali terus-menerus karena ulahku, tapi  ajaib nya seorang malaikat, dengan kilat nya wajah nya berganti dengan memancarkan cahaya yang membuat hati ku luluh dan segera memeluknya. Dan ketika mata nya mulai memerah karena membengkak, aku selalu menyalahkan Tuhan. Mengapa Tuhan membiarkan aku membuat malaikatku menangis karena ulah ku? Dia seperti embun ketika sedang menangis, embun pagi yang selalu mendinginkan suhu kala itu. Suhu yang selalu membuatku merasa ingin segera mendatangkan hangat nya matahari untuk memeluknya.

Berbeda dengan pahlawan ini. Sudah banyak pahlawan yang mengharumkan nama bangsa, sudah banyak pula pahlawan yang membela negri ini, pahlawan yang hanya menomor satukan Negara dan pemerintahan tanpa mementingkan diri sendiri dan orang-orang yang berada di dalam nya. Namun apapun itu, aku bukan orang yang sangat tertarik pada politik. Dan aku sama sekali tidak membicarakan pahlawan dalam pelukan politik nya, tapi aku membicarakan pahlawan yang dipeluk Tuhan nya. Pahlawan yang ditugaskan hanya untuk melindungi keluarga ku dari macam bahaya, dan pahlawan untuk terus siaga berada di depan pintu rumah (keluarga).
Tapi bagiku, dia bukan hanya pahlawan untuk keluargaku, dia juga adalah pahlawan hidupku. Dia adalah laki-laki tegas ketika memberikanku pengarahan, dan dia juga adalah laki-laki penyayang ketika sedang memberikanku pengertian. Dan dia selalu menjadi komandan tertinggi ketika aku sedang mencari cinta sejati. Baginya, itu adalah misi terpenting dalam hidupnya.
Dia adalah pahlawan yang tak kenal lelah meski aku telah cepat berubah, Tuhan menyuruhku memanggil nya dengan sebutan “Ayah”.

Ketika aku melihat sosok yang sama persis denganku terus bermunculan di kamar ku. Aku semakin marah pada keadaan rumah. Aku rindu tentang semua yang tak mengandalkan tentang “kedewasaan”. Aku lelah untuk bersikap bahwa aku tidak apa-apa, bahwa aku telah dewasa. Ingin rasanya mengartikan bahwa kedewasaan pun masih memerlukan bantuan. Sungguh aku belum terbiasa dengan tubuh yang menompang semua masalah sendirian. Terkadang aku benar-benar rindu berlari dalam pangkuan mu ibu, menangis sekencang-kencang nya, mengadu keluh kesahku, menangis tak henti agar kamu mau meniup dan mengusap luka ku agar tak lagi terasa nyeri. Atau melakukan hal bodoh hanya untuk mengambil semua perhatian ayahku.

Dewasa membuat ku lupa akan masa kecil ku, merenggut semua perhatian ayah ku dan kasih sayang ibu ku. Mereka fikir dewasa bisa membuatku merasa lebih baik, dan yang ku rasa semua terasa kosong.
Meskipun aku telah terlihat dewasa karena sudah mengenal cinta yang kadang membuatku merasa bahagia, tapi ada kala aku rindu menjadi anak yang terlihat bodoh di pandang ayah dan ibu. Aku rindu canda tawa yang ku kenal dulu didalam rumah. Aku rindu ketakutan bermain jauh meninggalkan rumah seperti dulu. Ada kala keluarga ku seperti drama yang semua menjadi peran utama, merasa paling berharga dan tak ingin menjadi nomor dua, tapi keluarga ku tetap menjadi drama yang paling romantic dan memiliki ending terbaik.

11 Desember 2013, aku menulis ini dalam keadaan merindukan semua rindu itu. Dan jika ada kesempatan lagi. Aku ingin menuliskan kisah hidup ku yang lain. Karena aku masih saja belum bisa mengetahui siapa sosok yang menyerupai aku itu.

Sabtu, 07 Desember 2013

Panggil aku... Sirius.

Kita tau bahwa di jagat raya ini terlalu banyak serpihan angkasa untuk kita hitung jumlah nya. Ada raja dari segala raja, tak ada penguasa selain sang pencipta. Semesta adalah salah satu nya, semesta yang tak bisa di daur ulang, yang tak bisa dijamah oleh semua orang. Bahkan seorang raja tak kan mampu untuk memiliki nya, karena semesta hanya bisa dinikmati dan dirasakan keberadaanya.

Terlalu banyak keajaiban didalam kehidupan. Semuanya bergerak, berotasi, berputar, menjelma, dan hidup. Banyak planet yang indah nya tak pernah bisa terbayangkan. Semua makhluk yang hidup akan memilih Bumi untuk menjadi akhir perjalanan nya dalam mencari kehidupan. Namun ini bukan kisah tentang manusia dan cinta, bukan juga tentang penjelasan keindahan bumi yang tak tertandingi, ini tentang “bunga cahaya”.

Yang bercahaya selalu menjadi pemeran utama, dalam pentas drama, dalam gelap, dalam pencarian jalan, atau penuntun kehidupan. Dunia itu berputar, ada siang dan malam. Dunia itu berotasi, ada cahaya terlihat, dan cahaya malam yang indah. Dunia itu adil, memberikan 2 raja cahaya kepada semesta. Mereka berdampingan namun ketika satu yang terlihat, yang satu nya akan menyimpan cahaya nya untuk mempersiapkan kehadiranya.

Saat itu satu raja cahaya akan mulai tenggelam, dengan cantik nya dia terlihat dengan sempurna. Dia dikenal dengan sebutan Matahari, hanya dengan satu cahaya, terang nya sampai ke bagian kaki manusia. dan tak jauh beda dengan raja yang satunya, dia lebih terlihat pendiam, terkadang semesta sangat membutuhkan kehadiranya, bukan karena keseimbangan yang selalu dinomor satukan, tapi cahaya Bulan selalu terlihat sempurna, sampai setiap orang yang melihatnya akan terpukau dengan cahaya yang menyinari langit malam menjadi terang.

Tapi semua itu tak pernah menurunkan amarah Bulan akan takdir nya. Bulan iri pada matahari, bulan selalu ingin mengetahui apa benar indah nya bumi yang terlihat ketika siang lebih indah dibandingkan saat malam. Matahari selalu menceritakan cerita siang yang selalu membuat bulan semakin ingin melihatnya. Namun semesta tak pernah mengijinkan.

   “bagaimana mungkin kamu akan keluar dari jalurmu bulan?”

Pertanyaan-pertanyaan itu yang selalu bulan dengar dari banyak nya bintang ketika sedang mengawalnya memperlihatkan sinar. Semakin lama berotasi, semakin banyak mendengar cerita matahari, bulan semakin iri pada hidup nya sendiri. Bulan benar-benar ingin pergi mengintip apakah bunga disiang hari akan terlihat sangat indah dibandingkan dilihat ketika malam hari.

   “Apakah itu impianmu, bulan? Melihat bunga dari dekat dengan terang?” Tanya semesta pada bulan


   “Apa peduli mu? Kamu tidak akan mengerti akan inginku”
Bulan selalu marah, terkadang bulan meredupkan cahaya nya sesekali hingga membuat semesta marah. Semesta tak pernah pedulikan akan ingin bulan yang ingin muncul ketika matahari sedang bersinar.

   “Kamu akan rapuh. Begitu pula dengan cahaya yang bersinar dalam dirimu. Apa jadinya malam hari tanpa sinar bulan? Apa kamu tak pernah memilikirkan bintang-bintang yang sinarnya pun didapat dari pantulan cahaya mu? Kamu egois bulan.”

Bulan hanya menangis mendengar perkataan pahit semesta akan takdirnya yang ternyata hanya dapat diabadikan pada malam.

Di malam selanjutnya, di tempat biasa bulan memantulkan cahaya matahari untuk terlihat bersinar. Ada satu bintang yang menyebut dirinya adalah ‘sirius’.
           
   “Kenapa bin? Kenapa kamu menyebut dirimu dengan sebutan yang sebenarnya bukan dirimu yang sebenarnya?” Tanya bulan pada bintang itu

   “Aku benci disebut serpihan angkasa yang ternyata cahaya ku pun didapat dari pantulan mu. Aku ingin mempunyai cahaya sendiri. Aku iri dengan bintang yang ternyata bisa lebih bersinar dibandung aku. Bukankah kita sama-sama bintang? Namun mengapa dia bisa lebih bersinar”

   “Harusnya kamu bersyukur atas cahaya yang kamu miliki. Karena kamu menjadi cahaya indah ketika malam memelukmu, langit malam terlihat sangat indah ketika bintang bertaburan dengan cahaya nya” Bulan menjawab dengan lantang

   “Dan jika menurutmu begitu, lalu mengapa kamu iri dengan matahari? Bukankah langit malam adalah milikmu?” Sirius  tersenyum

Bulan dan sirius kini menjadi cahaya yang semakin malam semakin menerangi semesta. Namun ternyata cahaya bulan yang semakin terang membuat salah satu bintang mulai mencintaniya. Dan mengingat dia adalah bintang yang bersinar paling terang maka sirius memutuskan untuk membuang jauh perasaan nya pada bulan. Sirius tau akan dirinya hanyalah sebuah bintang yang bersinar meredup bagai kunang-kunang.

Bintang itu mulai mendekati bulan, mengajak nya berbincang tentang semesta yang menghadiahkan nya cahaya terang. Bulan lupa akan sirius yang telah membangkitkan cahaya nya lagi. Semesta yang mengetahui bahwa ada dua bintang yang sama mencintai bulan membiarkan bulan mengetahui bahwa sirius juga mencintainya. Karena jika purnama tiba dan bulan mempunyai cinta sempurna dari sebuah bintang, maka bulan bisa turun ke bumi menjelma menjadi manusia dalam waktu yang singkat lalu kemudian kembali menjadi bulan. Bulan berfikir tentang impian nya, tentang mengambil satu tangkai bunga di genggamanya.

Semesta prihatin akan perkembangan bulan yang egois. Bulan terlihat bahagia dengan kedua nya, sedangkan waktu menuju purnama akan segera tiba. Dan pada akhirnya bulan membuat keputusan tanpa memikirkan akan perasaanya yang sebenarnya jauh berada dalam lubuk hatinya.

   “Buat lah aku bahagia sebelum waktu purnama tiba”

sirius tersenyum dalam bingung nya, apa yang bisa dilakukan bintang biasa untuk membahagiakan bulan nya? Sedangkan bintang yang satu nya sibuk mencari matahari yang sedang memancarkan sinar terik nya.

   “Wahai raja matahari, bisakah kamu membawakan satu tangkai bunga yang indah dari siang untung bintang yang tak berdaya ini?” bintang mengemis pada matahari. Dan tanpa bertanya matahari meng-iya kan nya.

Dalam malam yang mulai terlihat indah dalam gelap nya, bintang tertawa melihat sirius yang masih bingung menemukan cara untuk membuat bulan bahagia. Dengan sombong nya bintang menyuruh sirius untuk menyerah. Sirius diam dan mulai lelah untuk memikirkan nya.

Sirius sangat mencintai bulan nya, sirius ingin membahagiakan bulan, sekalipun itu bukan tantangan untuk mendapatkan bulan. Sirius berfikir tanpa henti, tanpa tau ternyata sirius ikut terbit bersama matahari pagi itu. Sirius turun ke bumi untuk mengambil setangkai bunga tanpa memikirkan bahwa sebenarnya dia tak mungkin bisa kembali lagi ke langit. Sampai pada waktu purnama tiba sirius tak muncul, bulan terheran-heran mengapa hanya bintang yang berada dihadapanya saat itu, bintang yang menggengam impian nya, setangkai bunga.

Semua nya bersorak, bergembira, bahkan semesta ikut mengucapkan selamat atas impian bulan. Namun meskipun bulan sudah mempunyai setangkai bunga dari bintang, bulan tak memperlihatkan bahagia nya, bahkan bulan merasa ada yang hilang dalam dirinya.

   “Kemana bintang yang menyebut dirinya sirius?” Tanya bulan
          
   “Dia tak ada disini.” Jawab semesta
           
   “Apa dia menyerah? Sudah sebegitukah usaha nya?” bulan mulai meredup saat pertanyaan itu terlontar dari dalam dirinya

Semesta tersenyum, “Apakah kamu sudah bahagia setelah mendapatkan setangkai bunga digenggamanmu? Bukankah itu impianmu?”
Bulan hanya bisa diam mendengar ucapan semesta yang begitu menampar impianya.

   “Bersinarlah ketika purnama tiba, ketika pertengahan waktu dari bintang ke dua dari kanan. Kamu akan menemukan jawaban.” Semesta memberikan isyarat yang entah kenapa membuat bulan semakin berfikir ada apa sebenarnya

Waktu itu pun tiba, bulan menjelma menjadi purnama, cahaya yang bisa dinikmati oleh semua serpihan angkasa, bahkan manusia. Bulan terengah-engah ketika melihat ada Sirius jauh di dalam bumi sana. Sirius terlihat sempurna dengan kaki dan tangan, juga wajah yang berbentuk seperti manusia. Dan meskipun sirius sudah tak bersinar, tapi dengan cahaya bulan ketika purnama malam itu, sirius terlihat bercahaya sangat terang seperti pagi yang berpaduan di malam hari.

   “Mengapa? Mengapa kamu melakukanya?” Tanya bulan yang heran

          
   “Ini untukmu, bulan.” Sirius tersenyum dengan memperlihatkan setangkai bunga yang indah dari tangan nya

Bulan menangis. Semesta tak bisa menyangkal bahwa ketika itu untuk pertama kalinya saat purnama, hujan mengikuti dengan romantisnya membasahi bumi. Rintikan nya bercahaya karena terang bulan saat itu benar-benar dalam puncak, hingga setangkai bunga yang berada dalam tangan sirius menjadi bersinar. Semesta membuat pilihan untuk bulan.

   “Aku akan tetap menjadi bulan, memantulan cahaya untuk bintang-bintang. Berpeluk dengan malam dan melintasi rotasi hanya ingin memperlihatkan pada sirius bahwa aku adalah cahaya yang paling terang ketika malam. Matahari boleh memiliki siang, dan aku akan memiliki cinta yang selalu membuatku berbunga-bunga tanpa memiliki setangkai bunga. Cahaya sirius sempurna ketika aku menyadarinya.”

Pada setiap malam, ketika purnama, sirius selalu bersinar. Berhadap-hadap dengan bulan. Mencintainya tanpa pernah bisa menyentuhnya.

   "Meskipun sudah tak berada di tata surya, meskipun tanpa setangkai bunga,  cahaya sirius tak pernah meredup" Bulan tersenyum

Kamis, 05 Desember 2013

Jangan Pernah Tau

aku mendengar suara lagi. Berbisik namun pasti akan aku ketahui apa maksud dari semua ini. Aku mendengar nya semakin jelas, hantu yang tak menjelma, suara yang bergema menjadi saksi bisu akan perasaan ku yang selalu memperhatikanmu dari jauh, selama ini sudah ku jaga dengan hati-hati agar suara bisikan ini tak terdengar oleh mu.

            “Aku sayang kamu, tapi kamu gak perlu tau. Aku mohon”

aku tersenyum setiap kali melihatmu, kamu bukan kapten basket,  juga bukan termasuk anak populer di sekolah, kamu tidak tampan, tidak juga mempunyai badan atletik, kamu juga tidak tinggi, dan kamu benar-benar payah jika harus bicara dengan seorang wanita. Tapi ketika kita bicara, setiap kali kamu bicara dengan memandang wajahku, aku merasa bahwa kamu pintar dalam hal menggombal. Kamu berbeda.

            “Kita bertemu pertama kali di Lapangan parkir sekolah. Satu tahun yang lalu, waktu itu aku masih memakai seragam putih abu-abu.”

Ingatanku menyentuh lagi peristiwa yang tak pernah ku lupakan, ketika aku melihat kamu sedang sibuk mencari disebelah mana motormu kamu parkir kan. Perhatianku tertuju pada kamu yang sibuk mengkerutkan wajahmu dengan waktu yang sangat lama. Dan ketika motor mu telah kamu temukan, wajahmu berubah menjadi putih kemerahan, dengan bibir yang menyerupai bulan sabit. Wajah mu memerah karena panas hari itu sangat terik, yang mungkin saja bisa membakar wajahku karena sudah lama berdiri memperhatikanmu dari kejauhan, tepat di depan laboratorium computer.

            “Apa aku mengenalmu? Apa sebelumnya kita pernah bertemu? Dari mana asalmu? Mengapa laki-laki biasa sepertimu mampu membuat matahari terik menjadi langit senja yang indah untukku”

Aku menghela nafas perlahan, terus kulakukan sehingga membuatku terlihat seperti ibu-ibu hamil yang akan segera melahirkan seorang bayi mungil. Aku melihatmu lagi, membuntuti setiap langkahmu tanpa melihat jalan dihadapanku. Aku berhenti sejenak dan melihat kamu yang seakan tak pernah melihat keberadaanku. Aku tersenyum, namun yang kau lihat hanya wanita bodoh yang belum bisa mengajakmu untuk berkenalan.

“Haruskah aku yang mulai terlebih dulu untuk mengajakmu berkenalan?”

Bahkan untuk berkata “hay” padamu saja sudah membuatku mati ditempat. Aku terlalu bodoh untuk mengajakmu bicara, apalagi untuk berkenalan, rasanya memang harus ku lupakan. Aku yang tak terlihat akhirnya harus memutuskan untuk pulang, kembali ke langit-langit kamar yang hanya bercahaya ketika aku ingin melihatnya, berbeda dengan kamu yang tetap bercahaya meski bukan aku yang melihatnya. Kamu bersinar.

Dan malam ini isi pikiranku hanya tentang kamu. Bagaimana dengan kamu yang tidak pernah melihatku. Aku benci malam ini, karena ini akan menjadi akhir penantianku yang tak kunjung lelah dalam memendam.

            “Kamu tersenyum padaku di lapang parkir sekolah hari itu. Tepat di tempat pertama kali kita bertemu”

Aku terdiam, masih membingungkan langkahku untuk pulang. Aku tak ingin melihat kamu ketika aku harus melewati lapang parkir itu. Aku benci melihat kamu yang tak pernah melihatku. Lalu tiba-tiba langit menjadi rintikan, kemudian berubah menjadi deras hujan. Aku menoleh ke arahmu, tak terlihat, kamu sudah menghilang. Aku khawatir kamu berteman dengan deras hujan diperjalanan akan pulang, dan angin itu masuk ke tubuhmu. Aku takut kamu sakit, aku takut tak bisa melihat wajahmu disekolah esok hari.

Aku benci dengan tatapan kosong mu ketika melihatku. Aku tak memandang apapun, selain memikirkan bagaimana keadaan mu dengan hujan di perjalananmu pulang. Lalu pikiranku tersambut oleh hentakan dibahu kanan ku. Tersenyum, bercahaya, dan sempurna. Kamu tersenyum. Kita bertatapan, kita berbicara, kamu mengenalku, kamu tau namaku, kamu tau aku penyuka music beraliran keras, kamu juga tau bahwa aku selalu menyempatkan hadir di acara penggelaran acara music. Aku suka gaya bicaramu yang perlahan, kamu membuatku tak pernah sekalipun berfikir untuk menyerah mendekatimu.

Kita saling berkomunikasi, pesan singkat, tatapan disekolah. Semuanya terasa nyaman, meskipun perasaan ini tetap ku pendam. Ku fikir cukup mencintaimu seperti dulu saja, diam-diam. Hanya menatap, tanpa berucap.

            “Apa kamu lihat usahaku? Aku masih mempertahankanmu dalam pendamku”

Kamu datang dengan menggenggam hadiah pada hari istimewaku. Aku terlihat bodoh karena tau ternyata kamu peduli akan hadirku. Tentang tatapanku, aku harap kamu mengerti bahwa perasaan ku ini tak tertandingi, meskipun akan dibandingkan dengan sosok lain.

            “Bukan hanya aku yang mencintaimu. Ternyata bukan hanya aku yang selalu menatapmu.  Tapi, apa mereka yang mengatakan sangat mencintaimu melebihi cintaku tau tentang semua usahaku? seberapa sering aku diam-diam membuang waktuku hanya untuk memperhatikanmu dari jauh. Aku tak ingin menjadikan ini sebuah kompetisi dalam mendapatkan hatimu.”

Karena bagiku, hatimu terlalu utuh untuk dimiliki seorang pengecut sepertiku, aku terlalu takut untuk mengatakan bagaimana kondisi hatiku ketika kamu menyatakan tentang isi hatimu, tentang perasaanmu, tentang pernyataan cintamu padaku. Bukan nya aku yang tak ingin mengakhiri usahaku yang sebenarnya sudah cukup lelah untuk terus memendam. Tapi aku tak ingin menyakiti siapapun ketika sedang mencintaimu.

            “Anggaplah aku yang telah berhasil dalam usahaku memendam. Aku tak ingin kamu tau”

Aku memendam, lagi.

Rabu, 04 Desember 2013

Sesal yang Termakan Lelah

Aku lelah menunggu orang baru yang belum saja masuk namun tepat pada satu focus. Aku belum bisa menerima hati untuk orang baru yang terambisi mendekat tanpa ijinku akan hati yang sudah lama ingin menyendiri. Aku masih belum menyadari bahwa kedatanganmu dihari itu adalah salah satu tanda bukti keseriusan perasaan mu akan aku yang sangat egois karena selalu mengabaikan mu. Aku belum bisa memutuskan akan jadi apa nantinya hubungan kita. Namun fikirku, aku dan kamu cukup dekat dengan sebutan sahabat.


Dalam kisah ku, aku tak pernah memberi hati pada hati yang hanya ingin bahagia diawal jumpa atau perkenalan semata. Atau kah hanya dibayang-bayang sebuah perhatian akan kesehatan, angin malam, atau kendaraan yang sedia setiap saat akan memberikanku tumpangan. Namun kemana kenyamanan yang seharusnya dinomor satukan?


Kamu berbeda, kamu adalah sosok yang muncul ketika aku membutuhkan teman untuk berbincang hal-hal yang ingin ku bagi dengan sosok lain. Sebuah masalah yang ku butuhkan adalah saran, suatu hubungan yang ku inginkan adalah kenyamanan. Aku mendapatkan nya darimu, aku sudah mengunci langkahmu agar tak pernah mundur. Namun sebuah perasaan tetap akan menjadi perasaan, ternyata banyak yang mencintai kamu melebihi aku. Yang memusatkan semua perhatian kepadamu, dan itu bukan saja aku. Aku benar-benar tau bahwa kamu memusatkan seluruh perhatian itu hanya untukku, tapi pada kenyataanya orang-orang yang mencintaimu adalah teman-teman ku. Akan jadi apa hubungan pertemanan yang dikecewakan hanya oleh satu perasaan? Aku tak menginginkan paras kecewa dari wajah-wajah temanku yang ternyata mencintaimu melebihi aku.


Terlalu bodoh kah aku jika memutuskan untuk meninggalkanmu? Sosok yang seharusnya ku pegang tanganya dengan erat agar tak pernah melirik hal yang bisa membuatku sedih sekarang malah ku tinggalkan pergi. Aku tak bisa mempercayai perasaan ku lagi, benci mengalir pada nadi-nadi tubuh, darahku kaku mengetahui ternyata kamu sudah mempunyai kekasih baru. Kamu memegang tanganya, kamu memperlihatkan nya dengan bangga kepada dunia. Aku tersenyum, memberikanmu selamat atas apa yang kamu rasakan. Kamu selalu berganti pasangan, selalu membahagiakan orang yang berada disisimu. Maka ketika aku menjerit menangis karena hatiku hancur oleh sosok lain, kamu yang pertama ku hubungi, kamu yang pertama ingin ku beri tau mengapa aku menangis disaat kala banyak teman-teman ku bertanya apa yang salah denganku.


Dan ternyata aku benar, dipembuktian malam itu, ketika kita pergi jauh dari suasana yang merisihkan perasaanku dan mungkin juga perasaanmu. dan hanya kamu yang bisa mengembalikan senyum diwajahku, bahkan aku masih bisa tertawa disaat aku menangis karena hal lain. Taukah kamu, ada sosok lain yang menyakitiku. Apa kamu tak mau menyuruhnya agar menjauhiku? Kamu itu pendiam, ketika bersamaku kamu tak pernah banyak bicara. Ketika aku mengoceh bercerita kamu hanya tersenyum memandang wajahku dengan khas matamu itu.


Aku tak pernah menginginkan kisah dulu terulang agar aku tak pernah meninggalkanmu pergi seperti waktu dulu. Aku ingin kamu. Namun saat ini, melihat kamu yang ternyata telah menemukan bahagia mu, aku malah semakin lelah karena penyesalan ku mengapa dulu aku mengabaikanmu. Aku marah mengapa baru sekarang aku menyadari bahwa sosok mu adalah belahan-belahan hatiku yang sudah Tuhan ciptakan beberapa bagian agar yang tak sempurna akan menjadi sempurna.


Dan sepertinya aku ingin bertanya satu hal padamu. Apakah perasaanmu masih sama terhadapku? Seperti dulu?