Sabtu, 07 Desember 2013

Panggil aku... Sirius.

Kita tau bahwa di jagat raya ini terlalu banyak serpihan angkasa untuk kita hitung jumlah nya. Ada raja dari segala raja, tak ada penguasa selain sang pencipta. Semesta adalah salah satu nya, semesta yang tak bisa di daur ulang, yang tak bisa dijamah oleh semua orang. Bahkan seorang raja tak kan mampu untuk memiliki nya, karena semesta hanya bisa dinikmati dan dirasakan keberadaanya.

Terlalu banyak keajaiban didalam kehidupan. Semuanya bergerak, berotasi, berputar, menjelma, dan hidup. Banyak planet yang indah nya tak pernah bisa terbayangkan. Semua makhluk yang hidup akan memilih Bumi untuk menjadi akhir perjalanan nya dalam mencari kehidupan. Namun ini bukan kisah tentang manusia dan cinta, bukan juga tentang penjelasan keindahan bumi yang tak tertandingi, ini tentang “bunga cahaya”.

Yang bercahaya selalu menjadi pemeran utama, dalam pentas drama, dalam gelap, dalam pencarian jalan, atau penuntun kehidupan. Dunia itu berputar, ada siang dan malam. Dunia itu berotasi, ada cahaya terlihat, dan cahaya malam yang indah. Dunia itu adil, memberikan 2 raja cahaya kepada semesta. Mereka berdampingan namun ketika satu yang terlihat, yang satu nya akan menyimpan cahaya nya untuk mempersiapkan kehadiranya.

Saat itu satu raja cahaya akan mulai tenggelam, dengan cantik nya dia terlihat dengan sempurna. Dia dikenal dengan sebutan Matahari, hanya dengan satu cahaya, terang nya sampai ke bagian kaki manusia. dan tak jauh beda dengan raja yang satunya, dia lebih terlihat pendiam, terkadang semesta sangat membutuhkan kehadiranya, bukan karena keseimbangan yang selalu dinomor satukan, tapi cahaya Bulan selalu terlihat sempurna, sampai setiap orang yang melihatnya akan terpukau dengan cahaya yang menyinari langit malam menjadi terang.

Tapi semua itu tak pernah menurunkan amarah Bulan akan takdir nya. Bulan iri pada matahari, bulan selalu ingin mengetahui apa benar indah nya bumi yang terlihat ketika siang lebih indah dibandingkan saat malam. Matahari selalu menceritakan cerita siang yang selalu membuat bulan semakin ingin melihatnya. Namun semesta tak pernah mengijinkan.

   “bagaimana mungkin kamu akan keluar dari jalurmu bulan?”

Pertanyaan-pertanyaan itu yang selalu bulan dengar dari banyak nya bintang ketika sedang mengawalnya memperlihatkan sinar. Semakin lama berotasi, semakin banyak mendengar cerita matahari, bulan semakin iri pada hidup nya sendiri. Bulan benar-benar ingin pergi mengintip apakah bunga disiang hari akan terlihat sangat indah dibandingkan dilihat ketika malam hari.

   “Apakah itu impianmu, bulan? Melihat bunga dari dekat dengan terang?” Tanya semesta pada bulan


   “Apa peduli mu? Kamu tidak akan mengerti akan inginku”
Bulan selalu marah, terkadang bulan meredupkan cahaya nya sesekali hingga membuat semesta marah. Semesta tak pernah pedulikan akan ingin bulan yang ingin muncul ketika matahari sedang bersinar.

   “Kamu akan rapuh. Begitu pula dengan cahaya yang bersinar dalam dirimu. Apa jadinya malam hari tanpa sinar bulan? Apa kamu tak pernah memilikirkan bintang-bintang yang sinarnya pun didapat dari pantulan cahaya mu? Kamu egois bulan.”

Bulan hanya menangis mendengar perkataan pahit semesta akan takdirnya yang ternyata hanya dapat diabadikan pada malam.

Di malam selanjutnya, di tempat biasa bulan memantulkan cahaya matahari untuk terlihat bersinar. Ada satu bintang yang menyebut dirinya adalah ‘sirius’.
           
   “Kenapa bin? Kenapa kamu menyebut dirimu dengan sebutan yang sebenarnya bukan dirimu yang sebenarnya?” Tanya bulan pada bintang itu

   “Aku benci disebut serpihan angkasa yang ternyata cahaya ku pun didapat dari pantulan mu. Aku ingin mempunyai cahaya sendiri. Aku iri dengan bintang yang ternyata bisa lebih bersinar dibandung aku. Bukankah kita sama-sama bintang? Namun mengapa dia bisa lebih bersinar”

   “Harusnya kamu bersyukur atas cahaya yang kamu miliki. Karena kamu menjadi cahaya indah ketika malam memelukmu, langit malam terlihat sangat indah ketika bintang bertaburan dengan cahaya nya” Bulan menjawab dengan lantang

   “Dan jika menurutmu begitu, lalu mengapa kamu iri dengan matahari? Bukankah langit malam adalah milikmu?” Sirius  tersenyum

Bulan dan sirius kini menjadi cahaya yang semakin malam semakin menerangi semesta. Namun ternyata cahaya bulan yang semakin terang membuat salah satu bintang mulai mencintaniya. Dan mengingat dia adalah bintang yang bersinar paling terang maka sirius memutuskan untuk membuang jauh perasaan nya pada bulan. Sirius tau akan dirinya hanyalah sebuah bintang yang bersinar meredup bagai kunang-kunang.

Bintang itu mulai mendekati bulan, mengajak nya berbincang tentang semesta yang menghadiahkan nya cahaya terang. Bulan lupa akan sirius yang telah membangkitkan cahaya nya lagi. Semesta yang mengetahui bahwa ada dua bintang yang sama mencintai bulan membiarkan bulan mengetahui bahwa sirius juga mencintainya. Karena jika purnama tiba dan bulan mempunyai cinta sempurna dari sebuah bintang, maka bulan bisa turun ke bumi menjelma menjadi manusia dalam waktu yang singkat lalu kemudian kembali menjadi bulan. Bulan berfikir tentang impian nya, tentang mengambil satu tangkai bunga di genggamanya.

Semesta prihatin akan perkembangan bulan yang egois. Bulan terlihat bahagia dengan kedua nya, sedangkan waktu menuju purnama akan segera tiba. Dan pada akhirnya bulan membuat keputusan tanpa memikirkan akan perasaanya yang sebenarnya jauh berada dalam lubuk hatinya.

   “Buat lah aku bahagia sebelum waktu purnama tiba”

sirius tersenyum dalam bingung nya, apa yang bisa dilakukan bintang biasa untuk membahagiakan bulan nya? Sedangkan bintang yang satu nya sibuk mencari matahari yang sedang memancarkan sinar terik nya.

   “Wahai raja matahari, bisakah kamu membawakan satu tangkai bunga yang indah dari siang untung bintang yang tak berdaya ini?” bintang mengemis pada matahari. Dan tanpa bertanya matahari meng-iya kan nya.

Dalam malam yang mulai terlihat indah dalam gelap nya, bintang tertawa melihat sirius yang masih bingung menemukan cara untuk membuat bulan bahagia. Dengan sombong nya bintang menyuruh sirius untuk menyerah. Sirius diam dan mulai lelah untuk memikirkan nya.

Sirius sangat mencintai bulan nya, sirius ingin membahagiakan bulan, sekalipun itu bukan tantangan untuk mendapatkan bulan. Sirius berfikir tanpa henti, tanpa tau ternyata sirius ikut terbit bersama matahari pagi itu. Sirius turun ke bumi untuk mengambil setangkai bunga tanpa memikirkan bahwa sebenarnya dia tak mungkin bisa kembali lagi ke langit. Sampai pada waktu purnama tiba sirius tak muncul, bulan terheran-heran mengapa hanya bintang yang berada dihadapanya saat itu, bintang yang menggengam impian nya, setangkai bunga.

Semua nya bersorak, bergembira, bahkan semesta ikut mengucapkan selamat atas impian bulan. Namun meskipun bulan sudah mempunyai setangkai bunga dari bintang, bulan tak memperlihatkan bahagia nya, bahkan bulan merasa ada yang hilang dalam dirinya.

   “Kemana bintang yang menyebut dirinya sirius?” Tanya bulan
          
   “Dia tak ada disini.” Jawab semesta
           
   “Apa dia menyerah? Sudah sebegitukah usaha nya?” bulan mulai meredup saat pertanyaan itu terlontar dari dalam dirinya

Semesta tersenyum, “Apakah kamu sudah bahagia setelah mendapatkan setangkai bunga digenggamanmu? Bukankah itu impianmu?”
Bulan hanya bisa diam mendengar ucapan semesta yang begitu menampar impianya.

   “Bersinarlah ketika purnama tiba, ketika pertengahan waktu dari bintang ke dua dari kanan. Kamu akan menemukan jawaban.” Semesta memberikan isyarat yang entah kenapa membuat bulan semakin berfikir ada apa sebenarnya

Waktu itu pun tiba, bulan menjelma menjadi purnama, cahaya yang bisa dinikmati oleh semua serpihan angkasa, bahkan manusia. Bulan terengah-engah ketika melihat ada Sirius jauh di dalam bumi sana. Sirius terlihat sempurna dengan kaki dan tangan, juga wajah yang berbentuk seperti manusia. Dan meskipun sirius sudah tak bersinar, tapi dengan cahaya bulan ketika purnama malam itu, sirius terlihat bercahaya sangat terang seperti pagi yang berpaduan di malam hari.

   “Mengapa? Mengapa kamu melakukanya?” Tanya bulan yang heran

          
   “Ini untukmu, bulan.” Sirius tersenyum dengan memperlihatkan setangkai bunga yang indah dari tangan nya

Bulan menangis. Semesta tak bisa menyangkal bahwa ketika itu untuk pertama kalinya saat purnama, hujan mengikuti dengan romantisnya membasahi bumi. Rintikan nya bercahaya karena terang bulan saat itu benar-benar dalam puncak, hingga setangkai bunga yang berada dalam tangan sirius menjadi bersinar. Semesta membuat pilihan untuk bulan.

   “Aku akan tetap menjadi bulan, memantulan cahaya untuk bintang-bintang. Berpeluk dengan malam dan melintasi rotasi hanya ingin memperlihatkan pada sirius bahwa aku adalah cahaya yang paling terang ketika malam. Matahari boleh memiliki siang, dan aku akan memiliki cinta yang selalu membuatku berbunga-bunga tanpa memiliki setangkai bunga. Cahaya sirius sempurna ketika aku menyadarinya.”

Pada setiap malam, ketika purnama, sirius selalu bersinar. Berhadap-hadap dengan bulan. Mencintainya tanpa pernah bisa menyentuhnya.

   "Meskipun sudah tak berada di tata surya, meskipun tanpa setangkai bunga,  cahaya sirius tak pernah meredup" Bulan tersenyum

Tidak ada komentar:

Posting Komentar